Kiat Mewujudkan Keluarga Bahagia
Kiat
Mewujudkan Keluarga Bahagia
Oleh:
Hartono Rahimi, MA
A. Pendahuluan
Ketika menyebut kata sorga, pasti yang terbayang itu adalah sebuah tempat indah penuh kedamaian. Penghuninya baik, fasilitasnya baik dan yang terpenting suasananya juga baik. Pokoknya semuanya baik
Itu adalah sorga akherat. Tempat hidup abadi insan
bertakwa. Lalu bagaimana dengan SORGA DUNIA? Mungkinkah kita bisa
mewujudkannya?. Insya Allah bisa. Itulah jawaban pribadi optimis. Bukankah
Allah juga memerintahkan kita untuk memohon sorga dunia?, “ya Allah. Anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat serta jauhkanlah kami dari siksa neraka.” (Qs. Al-Baqarah/2: 201). Bukankah
bahasa lain dari kebaikan itu adalah sorga?
Berikutnya kita juga sering mendengar uangkapan,
“baitii jannatii/ rumahku sorgaku”. kalimat ini sering menjadi slogan dan
inspirasi banyak orang untuk mencipta rumah seindah sorga. Rumah yang
mendatangkan kebahagiaan dan beragam kebaikan.
Untuk memperoleh sorga dunia melalui menikah tentu
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh usaha sungguh-sungguh. IBARAT
SEBUAH SUNGAI. Apabila hulunya bersih, salurannya bersih, maka hilirnya
akan bersih pula. Demikian pula dengan sebuah rumah tangga. Apabila pra, saat
dan pasca menikahnya dijalani dengan baik, maka kebahagiaan dan sorga dunia akan
diraih.
B.
Tujuan Pernikahan
Nikah merupakan sunnah Nabi. Nikah juga merupakan
ikatan yang sangat kuat. Allah menyebutnya dengan mitsaqon
ghalizha (perjanjian agung) (Qs.al-Nisa/4: 21). Agungnya janji suci pernikahan disamakan Allah dengan agungnya perjanjian antara para Nabi dengan Allah SWT dalam mengemban perjuangan
da’wah (Qs. Al-Ahzab/ 33: 7).
Mengingat penting dan mulianya pernikahan di hadapan Allah, maka pernikahan
harus dilaksanakan sesuai dengan tuntunan-Nya dan sesudah itu kehidupan berumah tanggapun
harus dijalani sesuai dengan tuntunan-Nya pula. Sebagai
pencipta semua makhluk, Allah mensyariatkan pernikahan dengan beragam tujuan:
1. Melaksanakan Sunnah Nabi
Menurut ajaran Islam nikah adalah sunnah Nabi dan
mengikuti sunnah itu bernilai ibadah.
اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي
“Menikah adalah sunnahku.
Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Ibnu
Majah no. 1846)
2. Menyempurnakan setengah dari Agama
Menurut
Islam, sempurnanya agama seseorang baru bisa terjadi kalau dia sudah menikah,
karena dengan menikah fikiran dan anggota badan akan menjadi tenang sehingga ia
bisa berkonsentrasi dalam menjalankan ibadah. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَزَوَّجَ
فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ اْلإِيْمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ
الْبَاقِى.
"Barangsiapa
menikah, maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR. Thabrani no. 7643). Hadis hasan.
3. Terwujudnya sakinah, mawaddah wa rahmah.
Diantara
tujuan utama pernikahan adalah terwujudnya keluarga Sakinah, Mawaddah dan
Rahmah. Allah SWT berfirman:
وَمِنْ
ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (Qs. Ar-rum/30: 21)
Menurut Ibnu Katsir di dalam tafsir al-Qur’anul
‘azhim, SAKINAH adalah MUTHMAINNAH (ketenangan). Sebab dengan menikah pasutri
akan mendapatkan ketenangan lahir batin. MAWADDAH adalah MAHABBAH (cinta sejati)
sebab dengan menikah pasutri akan memperoleh keturunan, kehidupan yang lebih
baik, rumah bersama dan status sosial yang terhormat sehingga rasa cinta atara
suami istri akan semakin kuat. RAHMAH adalah RA’FAH (kasih sayang). Setelah
mendapatkan pasangan yang diidamkan, anak yang diimpikan, rumah dan pekerjaan
yang diharapkan. Sekaranglah saatnya pasutri menikmati kebahagiaan sebenarnya.
Pada tahapan ini orang biasanya akan lebih mementingkan kasih sayang batiniah dibandingkan
lahiriah.
4. Memperbanyak keturunan
Diantara tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, guna melestarikan ras manusia. Banyaknya generasi kaum muslimin juga
akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Rasulullah SAW pada hari kiamat:
تَزَوَّجُوا
الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
“Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni
yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena
sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan
umat-umat (yang terdahulu)” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i. Hadis
shahih.)
Mengingat pentingnya punya
keturunan ini, Rasulullah bahkan mendoakan beberapa orang sahahat agar ia
dikaruniai anak. Di antaranya adalah doa Rasulullah SAW untuk anas bin Malik:
اَللَّهُمَّ
أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَهُ
Ya Allah!
Banyakanlah hartanya dan (banyakanlah) anaknya dan berkahilah apa yang engkau
telah berikan kepadanya” (HR. Bukhari dan Muslim )
Anak yang
shaleh termasuk salah satu amalan yang pahalanya akan terus mengalir.
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا
مَاتَ الاِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مَنْ شَلاَثَةِ : إِلاَّ
مِنْ صَدَ قَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُوْلَهُ
“Apabila manusia itu telah meninggal, maka
terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: 1.Shadaqah jariyah 2.Ilmu yang
bermanfaat, 3. Anak shalih yang mendo’akannya” (HR. Muslim)
C. Kiat
Mewujudkan Keluarga Sakinah, Mawaddah Warahmah
Keluarga
yang tenang lahir dan batin dan bahagia dunia akhirat adalah impian setiap
orang. Adapun diantara kiat meraihnya adalah sebagai berikut:
1.
Menikahi
Pasangan yang Shaleh dan Shalehah (Baik terhadap sesama)
Keshalehan
adalah penentu utama kebahagiaan hidup berumah tangga. Oleh karena itu seorang laki-laki yang hendak menikah harus
memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang
shalih. Nabi SAW bersabda:
اَلدُّنْيَا
مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ.
“Dunia
adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR.
Muslim no. 2688)
Dalam
hadits yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْء
“Empat hal yang merupakan kebahagiaan; isteri
yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang
nyaman.” (HR. Ibnu Hibban no. 4021. hadis shahih).
Secara
sederhana shaleh itu berarti baik. Sementara menurut Imam Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim, Orang shaleh adalah orang yang baik kepada Allah juga juga baik
kepada sesama makhluk.
Allah Ta’ala berfirman,
فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Sebab itu maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada”
(QS. An Nisa’: 34).
Ath-Thobari
mengatakan dalam kitab tafsirnya (6: 692), “Wanita tersebut menjaga dirinya
ketika suaminya tidak ada bersamanya, ia juga menjaga kemaluan dan harta suaminya.
Di samping itu, ia juga menjaga hak
Allah dan hak yang lainnya.”
Istri shalehah adalah istri yang selalu berusaha
menyenangkan suami. Demikianlah yang dinamakan sebaik-baik wanita. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu
‘anhu, dia berkata,
قِيلَ
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ
قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ
فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah
ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Siapakah
wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling
menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak
menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci”
(HR. An-Nasai no. hadis hasan
shahih)
2.
Membudayakan
Akhlakul Karimah
Baik atau buruknya seseorang di hadapan Allah dan sesama adalah tergantung akhlaknya. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ
مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا
Sesungguhnya yang terbaik di
antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. al-Bukhari no. 5569,
dan Muslim no. 2321)
Bahkan
akhlak mulia adalah nilai hakiki seseorang. Al-Khawarizmi,
matematikawan muslim yang terkenal dengan teori aljabarnya mengatan. “Orang
yang berakhlak baik nilainya 1, kalau dia juga gagah/cantik maka nilainya jadi 10, kalau dia kaya nilainya jadi 100, kalau dia
terkenal nilainya jadi 1000”. Kalau
orang cantik, kaya dan terkenal akhlaknya buruk, maka pada prinsipnya orang
tersebut telah kehilangan nilainya, alias nol.
Hulu akhlak itu
adalah hati. Kalau hati bersih, maka fikiran akan bersih, lisan bersih dan
perilakupun juga akan bersih. Agar hati menjadi bersih, maka harus banyak
beristighfar (HR. Ahmad & Ibnu Majah)
Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yan
berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling
berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah
no. 1977. Hadis shahih).
3.
Menjga Komunikasi
Komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi akan meningkatkan
sikap saling cinta antar pasangan. Komunikasi juga untuk menghindari terjadinya
kesalahpahaman.
Dalam
ikatan rumah tangga, syariat memotivasi kaum muslimin untuk menciptakan suasana
harmonis. Sehingga saat
terjadi masalah sekalipun, balasan dalam bentuk caci-maki harus dihindarkan.
Karena kalimat cacian dan makian akan melukai hati, dan bisa jadi akan sangat
sulit diobati. HINAAN ITU IBARAT PAKU YANG MENANCAP DIDINDING. WALAUPUN
SUDAH DICABUT TETAP SAJA MENINGGALKAN BEKAS. Allah SWT berfirman:
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ
Allah tidak menyukai ucapan buruk (caci maki), (yang
diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa/4: 148)
Rasulullah SAW sangat
mewanti-wanti jangan sampai seseorang mencaci pasangannya. Apalagi membawa-bawa
nama keluarga atau orang tua, yang umumnya bukan bagian dari masalah. Nabi SAW
mengingatkan:
وَلَا
تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ
“Jaganlah kamu
jelek-jelekkan dan jangan kamu hina” (HR. Abu Dawud no. 183)
Dalam
Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan,
لَا تَقُلْ لَهَا قَوْلًا قَبِيحًا وَلَا تَشْتُمْهَا وَلَا قَبَّحَكِ اللَّهُ
“Jangan
kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu
Daud, 6/127).
4. Bersikap
Amanah (jujur dan bertanggung jawab)
Suami adalah
pemimpin. Ia ibarat nakhoda bagi istri dan anak-anaknya. Sebagai imam, suami
bertanggung jawab penuh
untuk mencari nafkah. Dalam Islam bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan
keluarga adalah hal yang sangat mulia. Rasulullah SAW bersabda:
تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا
وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِي
امْرَأَتِكَ
"Nafkah
yang kamu berikan (kepada keluarga) dengan tujuan untuk mencari ridha Allah,
maka kamu akan mendapat pahala walaupun hanya sesuap makanan yang kamu suguhkan
ke mulut istrimu " (HR. Muslim)
Bekerja dalam Islam termasuk ibadah. Maka bekerjalah
dengan baik, di tempat yang baik untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Rasulullah SAW bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ
وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ
"Wahai manusia,
bertakwalah kepada Allah dan carilah/ jemputlah rizki Allah dengan baik.” ((HR. Ibnu Majah. Shahih)
Sementara
itu seorang istri yang baik harus taat kepada suaminya. Kepatuhan penuh
ketulusan yang dilakukan seorang istri kepada suaminya akan mendatangkan surga
baginya. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا
صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا،
وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
Artinya:
“Apabila seorang isteri mengerjakan
shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya
(menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga
dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ibnu Hibban, no. 4237 dan Ahmad no. 1573)
Hadits shahih. Lihat shahih wa dhaif al-Jami’ as-shaghir, 2/163)
Oleh
karena itu seorang isteri harus taat kepada suaminya dalam hal-hal yang makruf
(kebaikan). Misalnya ketika diajak
untuk bersetubuh, diperintahkan untuk shalat, berpuasa, shadaqah, mengenakan
busana muslimah (jilbab yang syar’i), menghadiri majelis ilmu, dan
bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at.
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Artinya: “Tidak boleh taat terhadap perintah
bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang
makruf.” (HR. Bukhari no. 6716, Muslim no. 3424).
5.
Menjaga keintiman
Islam
mengajarkan kita segala hal dengan mendetail, termasuk juga mengenai hubungan
intim dalam rumah tangga.
a.
Membaca doa sebelum berhubungan intim
Adapun doanya adalah sebagai
berikut:
بسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا
الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.
"Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah,
jauhkanlah aku dari syaitan dan auhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami” (HR.
Muslim, no. 1846)
Rasulullah bersabda:
فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي
ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
Maka, apabila Allah menetapkan lahirnya seorang anak
dari hubungan antara keduanya, niscaya syaitan tidak akan membahayakannya selama-lamanya.”.” (HR. Muslim, no. 1846)
b.
Dilarang berhubungan lewat dubur dan pada saat haid
Rasulullah
SAW bersabda:
مَنْ
أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا: فَقَدْ كَفَرَ بِمَا
أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
"Barangsiapa yang menggauli isterinya
yang sedang haidh, atau menggaulinya pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka
ia telah kafir terhadap ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Dawud no. 3904. Hadis shahih)
Apabila seorang suami ingin bercumbu dengan
isterinya yang sedang haidh, ia boleh bercumbu dengannya selain pada
kemaluannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam
اِصْنَعُوْا
كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاح
"Lakukanlah apa saja kecuali nikah
(jima'/ bersetubuh).” (HR. Muslim no. 302)
c.
Taat pada suami ketika diajak ke ranjang
Dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا
الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا
الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang pria mengajak
istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan
melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim
no. 1436).
6.
Saling menasehati
Sebagai
pemimpin rumah tangga, suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan
agama kepada istrinya dan anak-anak
dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Diantaranya:
a.
Mengingatkan visi hidup
Setiap
anggota keluarga harus memahami visinya sebagai seorang muslim seperti
termaktub dalam Qs. Al-Baqarah/2: 201 yaitu, “Terwujudnya pribadi yang baik di
dunia, baik di akhirat serta selamat dari siksa neraka”.
b.
Mengingatkan Shalat
Allah
SWT berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى.
“Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat
(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha/20: 132)
c.
Membacakan ayat Allah dan sunnah Nabi
Allah SWT berfirman:
وَاذْكُرْنَ
مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
لَطِيفًا خَبِيرًا.
“Dan ingatlah apa yang
dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu).
Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Ahzab/33: 34)
7.
Saling
Memberi Hadiah
Saling memberi hadiah akan menambah rasa cinta antar sesama karena
tabiat jiwa memang senang terhadap orang yang berbuat baik kepadanya. Inilah
sebab disyariatkannya memberi hadiah agar terwujud kebaikan dan kedekatan.
Rasulullah SAW bersabda:
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan
saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594. Hadis hasan.
Lihat Irwa`ul Ghalil no. 1601)
8.
Tidak
menyebarkan rahasia rumah tangga dan hubungan suami isteri.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ
يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
"Sesungguhnya
manusia yang paling jelek kedudukannya pada hari Kiamat adalah laki-laki yang
bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya
kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya.”
(Muslim (no. 1437)
9.
Tidak
mendatangi Dukun
Cukuplah Allah tempat kita
mengadukan masalah rumah tangga. Masalah kesetiaan, keturunan, kesehatan, dan lain-lain.
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ
عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi dukun (peramal)
kemudian ia meminta sesuatu (seperti diramal atau diobati) kepada dukun
(peramal) tersebut, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh
hari (HR. Muslim).
Pada kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ
بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
“Siapa saja yang mendatangi dukun
atau peramal, kemudian ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka orang
tersebut telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. (HR. Ahmad
dan al-Hakim).
Resiko terberat bagi orang yang mendatangi dukun
adalah dihapuskannya amal yang telah dilakukan karena ia telah melakukan
kesyirikan, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya berikut:
10. Muhasabah
Suami
secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instrospeksi diri untuk
melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. Misalkan, suami istri, dan
anak-anaknya saling meminta maaf pada
anggota keluarga pada setiap hari kamis malam jum’at. Tujuannya hubungan
masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka, plong, tanpa beban kesalahan
pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-masing anggota keluarga.
D.
Penutup
Demikianlah tulisan sederhana ini
dibuat. Semoga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Semoga Allah SWT menjadikan keluarga kita
semua menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Wallahu a’lam
0 Response to "Kiat Mewujudkan Keluarga Bahagia"
Posting Komentar