Istiqamah Kunci Berbagai Kemujuran
Istiqamah Kunci
Berbagai Kemujuran
Oleh: Hartono
Rahimi
A.
Pendahuluan
Istiqamah adalah karakter yang disenangi
oleh siapapun. Allah senang kepada
hamba-Nya yang istiqamah beriman dalam keadaan senang maupun susah, shalat
berjamaah, berinfak, berzikir shilaturrahim dan berbagai amal shaleh lainnya. Orang tua senang kepada anaknya yang
istiqamah shalat, berhijab, dan berakhlak mulia. Atasan senang kepada bawahannya yang istiqamah datang tepat waktu,
bekerja dengan baik, dan setia kepada perusahaan. Suami senang kepada istrinya
yang itiqamah berhias, lemah lembut, sabar, dan menerima segala kekurangan
suami. Istri senang kepada suaminya
yang istiqamah mencari nafkah halal, menyayangi istri, dan tidak pemarah.
Namun dalam realitas kehidupan, tidak setiap
orang bisa istiqamah sepanjang perjalanan hidupnya. Berbagai rintangan dan
cobaan kadang menyebabkan keistiqamahan
berkurang bahkan hilang. Misal, Sejak mengalami radang sendi seorang muslim
yang terbiasa shalat berjamaah di masjid tidak lagi kuat naik ke lantai dua
tempat shalat berlangsung. seorang istri yang mengetahui suaminya berbohong,
tidak lagi bisa bersabar dalam kesetiaan.
Istiqamah
adalah kunci berbagai kemujuran. Ia ibarat
mata uang yang laku dimanapun. Karena istiqamah menetes, air bisa melobangi batu
cadas. Karena istiqamah menghafal, seorang santri autis mampu menghafal 30 juz.
Karena istiqamah diet, seorang ibu paruh baya mampu menurunkan setengah berat
badannya.
Apakah sebenarnya istiqamah itu?, adakah
dalil yang memerintahkannya, apa saja keutamaannya, bagaimana kiat
mewujudkannya dan seperti apa keteladanan dari salafaussholeh dalam
mengamalkannya? Akan coba diurai dan dijelaskan dalam makalah ini.
B.
Pengertian
Kata istiqâmah berasal dari kata istaqâma-yastaqîmu yang
berarti berdiri tegak lurus (al-i’tidâl).[1]
Berasal dari akar kata “qaama” yang
bermakna “berdiri” tanpa condong ke depan,
ke belakang, ke kanan maupun ke kiri.
Istiqamah menurut istilah adalah meniatkan, mengatakan dan melaksanakan sesuatu terus
menerus dengan penuh komitmen dan teguh pendirian tanpa menyimpang ke kanan
atau kekiri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai
sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.[2]
Para ulama dari masa kemasa juga telah meyampaikan beragam
definisi istiqamah, Diantaranya adalah:
1. Imam an-Nawawi
Istiqâmah adalah ” لُزُوْمُ طَاعَةِ اللهِ
/ tetap konsisten dalam ketaatan kepada Allah SWT.”[3]
2. Al-Jurjani
Istiqamah adalah memenuhi segala
janji, konsisten di atas jalan yang lurus, menjaga prinsip moderat
(tawassuth) dalam segala hal baik urusan
duniawi maupun ukhrowi.[4]
3. Abdullah bin
Jaarullah
Orang yang istiqâmah adalah hamba Allâh yang ridha, ikhlas, pasrah (tawakkal)
dalam memperjuangkan dan membela agama Allâh meskipun harus mengorbankan jiwa,
harta, kehormatan, pangkat, kekuasaan serta segala kenikmatan yang ada di muka
bumi ini.[5]
4. Ibnu Taimiyah
Orang yang istiqamah adalah mereka
yang istiqomah dalam mencintai-NYA dan beribadah kepada-NYA. Mereka tidak
menoleh dari-NYA, baik ke kiri dan ke kanan.”
C.
Dalil Dan Dasar Istiqamah
Mengingat istiqamah sangat penting bagi kebaikan manusia, maka Allah SWT dan Rasulullah SAW telah memerintahkannya pada beragam surat dan
hadis.
- Al-Quran
surat Hud/11: 112
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah engkau
(Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan
(juga) orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Hûd/11:112)
al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul dan hamba-hamba-Nya yang beriman agar teguh dan selalu istiqâmah
karena itu merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan yang besar dalam
mengalahkan musuh dan dapat menghindari bentrokan serta dapat terhindar dari
perbuatan melampaui batas. Karena melampaui batas -meskipun terhadap orang
musyrik- merupakan kehancuran. Dan Allah Azza wa Jalla memberi tahu bahwa Dia
Maha Melihat perbuatan hamba-hamba-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak lalai
dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.”[6]
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata, “Tidak ada
ayat yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam al-Qur`an yang lebih berat dan sulit bagi beliau
daripada ayat ini.”[7]
Ayat ini menjadi
penyemangat beliau untuk istiqamah dalam setiap amalan. Beliau selalu tampil
terdepan dan menjadi yang terbaik dalam segala urusan, baik menyangkut hablun
minallah maupun hablun minannas.
Suatu ketika Abu Bakar
Radhiyallahu anhu berkata, ’Wahai Rasulullah! Engkau telah beruban. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
شَيَّبَتْنِيْ هُوْدٌ ، وَالْوَاقِعَةُ ،
وَالْـمُرْسَلاَتُ ، وَعَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ ، وَإِذَا الشَّمْسُ
‘Aku telah dibuat beruban oleh (surat) Hûd,
al-Wâqi’ah, al-Mursalât, ‘Amma yatasâ-alûn, dan Idzasy Syamsu kuwwirat” (Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 3297), al-Hâkim
(II/343), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (IV/388)
- Al-Quran
surat Fushshilat/41:30
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah),
maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (Qs. Fushshilat/41:30)
Maksudnya,
mereka beriman kepada Allah Azza wa JallaYang Maha Esa, kemudian istiqâmah di
atasnya dan di atas ketaatan sampai Allah Azza wa Jalla mewafatkan mereka.
al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah
berkata, ”Mereka mengikhlaskan amal semata-mata karena Allah Azza wa Jalla dan
melaksanakan ketaatan sesuai dengan syari’at Allah Azza wa Jalla.”
Qâdhi ‘Iyâdh
rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, mereka mentauhidkan Allah Azza wa Jalla
dan beriman kepada-Nya kemudian berlaku lurus, tidak menyimpang dari tauhid,
dan selalu iltizâm (konsekuen dan konsisten) dalam melakukan ketaatan
kepada-Nya sampai mereka meninggal.[8]
- HR.
Muslim dari Abu Hurairoh
قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ
يَنْجُوَ أَحَدٌ مِنْكُمْ بِعَمَلِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ
يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ رواه مسلم
Rasulullah
SAW bersabda “Berlaku moderatlah dan beristiqamahlah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorangpun
dari kalian yang selamat (dari neraka) dengan amalnya. Mereka bertanya, “Dan
juga engkau wahai Rasulullah?, Beliau bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat
juga) hanya saja Allah SWT telah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya.” (HR.
Muslim)
Hadis diatas memerintahkan agar kita
beristiqamah, karena istiqamah akan mendatangkan kasih sayang (rahmat) Allah
SWT. Manakala Allah telah menyayangi, maka segala dosa akan diampuni dan segala
pahala akan dilipatgandakan. Allah ta’ala berfiraman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
Siapa yang bertakwa kepada Allah,
maka akan dihapuskan semua kesalahannya dan dilipatgandakan pahalanya (Qs. al-Tholaq/65: 5)
Sebagian orang-orang arif berkata,
“Jadilah kamu orang yang memiliki istiqomah, tidak menjadi orang yang mencari
karomah. Karena sesungguhnya dirimu bergerak untuk mencari karomah sementara
Robbmu menuntutmu untuk beristiqomah.”
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata: “Aku pernah
mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “(bentuk)
Karomah yang paling agung ialah upaya seorang hamba agar senantiasa istiqomah
(di atas ketaatan kepada Allah).”[9]
لا
شك أن الإستقامة خير من ألف كرامة لكونها أصعب من جسر القيامة مع أنها أدق
من الشعر وأمر من الصبر وأحد من السيف وأحر من الصيف
Tidak
diragukan bahwa “Istiqamah lebih utama ketimbang seribu karamah” karena jalan
istiqamah lebih sulit ketimbang menapaki titian yang membentang dihari kiamat meski ia lebih lembut ketimbang rambut, lebih
pahit ketimbang kesabaran, lebih tajam ketimbang mata pedang dan lebih terik
ketimbang musim panas.[10]
Abu Yazid al-Busthami berkata “Bila seorang mampu menggelar sajadah
tempat shalatnya di atas air, mampu duduk bersila diudara maka janganlah
sesekali kalian tertipu hingga kalian jumpai bagaimana dirinya dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah”. Ditanyakan pada Abu Yazid
“Sesungguhnya si Anu mampu berjalan disatu malam menuju Makkah” Beliau menjawab
“Sesungguhnya syetan mampu berjalan dari ujung timur keujung barat dalam
sekejap mata” [11]
- HR.
Muslim dari Abu Amr
Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu ‘Amrah Sufyân bin
‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata :
قُلْ لِيْ فِيْ اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً , لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ
أَحَدًاغَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ
ثُمَّ اسْتَقِمْ
“Katakanlah kepadaku
dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain
engkau.” Beliau menjawab, Katakanlah, ‘Aku
beriman kepada Allah Azza wa Jalla,’ kemudian istiqâmahlah.’” (HR. Muslim, no. 38)
Iman
dan istiqamah ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisah. Keduanya
saling membutuhkan seperti sepasang sepatu. Kehilangan salah satunya akan
sangat berpengaruh bagi yang lainnya.
D.
Keutamaan Istiqamah
Istiqamah adalah jalan menuju
keberhasilan di dunia dan keselamatan di akhirat. Berikut ini beberapa
keutamaannya.
- Dicintai
oleh Allah
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus menerus
walaupun sedikit (HR. Bukhari & Muslim)
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits tersebut menuntun
kita agar tidak berlebih lebihan
(bersikap pertengahan) dalam beramal karena Allah sangat cinta kepada hamba yang konsisten dalam beramal sholeh, walaupun amal sholeh yang dilakukan tidak banyak.
[12]
Al Hasan Al Bashri berkata: ”Jika syaithon melihatmu kontinu dalam
melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika syaithon
melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah
melakukannya sesekali saja, maka syaithon pun akan semakin tamak untuk
menggodamu.”[13]
Sebagai wujud cinta kepada sunnah, rutinkanlah shalat tepat waktu, shalat tahajud,
duha, infak, baca al-Quran, zikir dan lain-lain.
- Mempermudah rizki
Allah SWT berfirman:
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ
لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا
“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam),
niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.” (Qs. Al-Jinn/72:
16)
Imam al-Qurhubi rahimahullah berkata,
“Maksudnya, seandainya orang-orang kafir itu beriman, niscaya Kami berikan
mereka keleluasan di dunia dan Kami lapangkan rezeki mereka.”
- Mendapatkan
Ketenangan Hidup
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا
تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allah,” kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat-malaikat akan
turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga
yang telah dijanjikan kepadamu.” (Qs. Fushshilat/41:30)
Imam al-Qurthubi dalam tafsir
al-Quran al-Hakim menjelaskan bahwa orang yang istiqamah akan selalu merasa
dekat dengan kebaikan, rezekinya dilapangkan, dan akan jauh dari pengaruh buruk
hawa nafsu dan syahwat. Dengan hati istiqamah, malaikat akan turun untuk memberikan keteguhan dan ketenangan dari rasa takut terhadap azab
kubur. Selain itu, hati yang istiqamah akan mempermudah amal seseorang untuk
diterima di sisi Allah selain akan mempermudah untuk dihapus dosa-dosanya,”
Orang yang istiqamah dalam bertauhid dan beramal saleh, dikabari
oleh para malaikat agar jangan takut dan bersedih. Jangan takut dan khawatirkan
tehadap masa depannya terutama setelah kematian dan alam ukhrawi. Jangan sedih
dan meratapi masa lalunya terutama kepiluan dan kegetiran duniawi. Bersyukurlah
jika sekarang masih istiqamah. Bersabarlah untuk tetap istiqamah.
Beristighfarlah untuk dapat istiqamah. Semoga Allah SWT menjadikan kita insan
istiqamah yang dijanjikan memperoleh surga oleh-Nya. (Renungan Surat Fushshilat
ayat 30)
E.
Kiat agar bisa Istiqamah
Istiqâmah merupakan suatu hirarki kualitas manusia
yang sulit dicapai. Hanya orang-orang beriman yang bertakwa dan tulus
ikhlas-lah yang dapat meraih atribut mulia tersebut. Berikut beberapa faktor yang mampu
melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang:
1. Taubat Nasuha
Dosa adalah beban berat (gravitasi
dosa). karenanya Nabi Adam diturunkan dari surga, karenanya Kapal nabi Yunus
hampir tengglam dan karenanya pula banyak orang baik tertidur pulas tanpa
tahajjud dan shalat shubuh berjamaah. Dengan tobat nasuha beban itu akan
hilang.
اَلتَّائِبُ
مِنَ
الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ (رواه ابن ماجه)
“Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang
yang tidak pernah melakukan dosa” (HR. Ibnu Majah)
Dengan tobat semua kesalahan akan
dihapuskan.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ
تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ
جَنَّاتٍ
Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam surga (Qs. At-Tahrim/66: 8)
Umar RA berkata:
قال
عمر: التوبة النَّصُوْح أن يتوب الرجل من العمل السيئ، ثم لا يعود إليه أبدًا
Taubat Nashuha yaitu Apabila seseorang telah
berhenti melakukan perbuatan buruk dan tidak lagi mengulanginya selama-lamanya
(Tafsir alquranaul azhim, j. 8, h. 168)
Ibnu Katsir
menyebutkan dalam Tafsir alquranaul
azhim bahwa tatacara tobat tersebut sebagai berikut
1. Menyesali kesalahan di masa lalu
2. Meninggalkan
perbuatan dosa yang biasa dilakukan
3. Bertekad untuk Tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang
4.
Dosa dengan sesama
manusia harus dibarengi dengan minta maaf dan mengganti kerugian pihak yang
terzalimi atau memohon kerelaannya.
Agar bersih dari dosa rasulullah memerintahkan umatnya untuk banyak
beristighfar:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ
مِائَةَ مَرَّةٍ
Wahai manusia! Bertobatlah kepada Allah,
sesungguhnya aku bertobat seratus kali dalam sehari (HR. Muslim, no. 4871)
2. Mujâhadah (berjuang sungguh-sungguh)
Yaitu berjuang sungguh-sungguh dalam
mengajak jiwa dan anggota badan untuk melakukan ketaatan kepada Allah SWT.
Melawan kemalasan, menaklukkan kebosanan, dan mematahkan segala rintangan.
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. (Qs. al-Haj/22: 78).
Seorang muslim yang istiqâmah akan
selalu berusaha melakukan seluruh
ketaatan dan meninggalkan seluruh larangan dengan penuh kesungguhan, mengingat kehidupan di dunia
ini sangatlah pendek sedangkan kehidupan di akhirat sangatlah panjang.
عُمْرُ أُمَّتِي
مِنْ سِتِّينَ سَنَةً إِلَى سَبْعِينَ سَنَةً
Umur umatku rata-rata antara 60 sampai 70 tahun
(HR. Tirmizi). Hadis hasan shahih. Lihat shahih wa dhaif sunan at-Tirmidzi
5/331.
Mereka yang istiqamah sangat jauh
dari kemalasan. Bagi mereka, hanya kematian yang bisa menghentikannya untuk
berbuat baik.
الْعَبْدُ
الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ
اللَّهِ
Hamba yang beriman –jika meninggal-
maka dia istirahat
dari kelelahan dan kesusahan hidup di dunia menuju rahmat Allah (HR. Bukhori dan Muslim)
Ahmad bin hanbal pernah ditanya,
متى يجدُ
العبدُ طعْمَ الراحه ؟ فأجاب : عند أول قدم تضعها في الجنة .
“Kapankah Engkau akan beristirahat wahai Imam?”
jawabnya, “Jika aku telah menginjakkan kaki disurga”[14]
Imam As Syâfi’i rahimahullah juga pernah menyatakan:
طلب
الراحة في الدنيا لا يصح لأهل الــمُرُوءات، فإن أحدهم لم يزل تعبان في كل زمان.
Mencari istirahat di dunia tidaklah layak bagi seorang
ksatria, karena seorang ksatria senantiasa bekerja keras sepanjang zaman.[15]
Ditanyakan kepada seorang ahli zuhud
: كيف
السبيلُ ليكونَ المرءُ من صَفْوَة الله؟
Bagaimana
jalannya agar seseorang menjadi salah satu pilihan Allah? Dia menjawab:
إذا
خلع الراحةَ وأعطى المجهودَ في الطاعة
Jika dia menanggalkan istirahat dan senantiasa bersungguh-sungguh dalam menjalani
keta’atan.[16]
Imam Abdul Wahab As Sya’rani bercerita tentang gurunya, Syeikh
Zakaria Al-Anshari (w. 926 H, penulis kitab Fiqh Syafi’i; Fathul Wahâb Syarh
Mihhâjut Thullâb), “Selama dua puluh tahun aku melayaninya, belum pernah
aku melihat beliau dalam kelalaian atau melakukan sesuatu yang tak berguna,
baik siang ataupun malam hari. Jika seorang tamu berbicara terlalu panjang
kepadanya, beliau segera berkata dengan tegas: ‘Kau telah membuang-buang
waktuku.’
Mereka juga selalu memaksa dirinya
untuk berbuat baik. Tsabit al-Bunani rahimahullâh berkata, “Saya berjuang dan
memaksa diri saya dalam melakukan qiyamullail selama dua puluh tahun dan saya
mengecap nikmatnya pada dua puluh tahun berikutnya[17]
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullâh
berkata, “Sesungguhnya orang-orang shaleh sebelum kita, jiwa mereka membantu
dan mendorongnya dalam melakukan kebaikan. Sedangkan jiwa kita hampir-hampir
tidak mentaati kita, kecuali apabila kita memaksanya. Oleh karena itu kita
harus memaksanya”. (Kiat salaf, h. 227) Perkataannya ini ia buktikan dalam amal
nyata. Untuk melawan kantuk Abdullah bin al-Mubarak menghafal hadis sambil
berdiri sampai pagi. (Rahasia Sukses, h. 20)
3. Tidak Berlebih-lebihan Dalam beramal
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا
وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian” (Qs. al-Furqan/ 25: 67).
Rasulullah SAW bersabda:
لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ
فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ
كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Setiap amal memiliki puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan
(keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada
sunnahku, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali)
kepada selain itu, maka berarti ia telah celaka”(HR Imam Ahmad)
4. Menuntut Ilmu
Ilmu adalah
penuntun dalam beramal. Dengan ilmu kita tahu keutamaan suatu amalan. Dengan
ilmu pula kita terhindar dari dosa. Allah SWT mengingatkan:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
dimintai pertanggung jawaban” (QS 17:36).
Dengan
belajar beragam keutamaan amal
shaleh dalam Islam tentu akan menjadi penambah motivasi untuk istiqamah dalam
beramal. Diantaranya:
- Membaca lâ ilâha
illallâh
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
قَالَ مُوْسَ: يَا رَبِّ، عَلِّمْنِي شَيْئًا
أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوْكَ بِهِ. قَالَ: قُلْ يَا مُوْسَى: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ.
قَالَ: يَا رَبِّ كُلُّ عِبَادِكَ يَقُوْلُوْنَ هَذَا. قَالَ: يَا مُوْسَى، لَوْ
أَنَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَعَامِرَهُنَّ غَيْرِي، وَالأَرْضِيْنَ السَّبْعَ
فِي كِفَّةٍ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله ُفِي كِفَّةٍ، مَالَتْ بِهِنَّ لاَ إِلَهَ
إلاَّ الله.
“Sesungguhnya
Musa ‘alaihi wasallam berkata: “Wahai Rabbku, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang
dengannya aku dapat mengingat dan berdo’a kepadaMu”. Allah berfirman: “Hai
Musa, ucapkanlah laa ilaaha illallah”. Musa berkata: “Wahai Rabbku semua
hambaMu mengucapkan ini”. Allah berfirman: “Hai Musa, ucapkankanlah laa ilaaha
illallah.” Musa mengucapkan: “Laa ilaaha illallah. Saya hanya ingin sesuatu
yang khusus bagi saya.” Allah berfirman: “Hai Musa, seandainya tujuh lapis
langit dan tujuh lapis bumi dengan segala isinya selainKu berada di satu sisi
timbangan, dan laa ilaaha illallah berada di sisi timbangan yang lain, niscaya
lebih berat laa ilaaha illallah.” (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan ia
menshahihkannya)
- Membaca Subhanallahi
wabihamdihi
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Siapa
saja yang membaca subhanallahil a’zhim wabihamdih/maha suci Allah yang maha agung
dan bagi-Nya segala puji. Maka akan ditanamkan baginya sebuah pohon di
surga”.”. (HR. Attirmidzi no. 3387. Hadis hasan sahih)
- Menghafal al-Asmaul
Husna
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
لِلَّهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ اِسْمًا
مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَإِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Allah mempunyai 99 nama, seratus kurang satu, siapa
yang menghafalnya akan masuk surga, dan Allah itu ganjil serta senang dengan
hitungan ganjil” (HR. Bukhari no. 5931 dan Muslim no. 4835)
5. Muhâsabah, yaitu menginstrospeksi segala amal
perbuatan yang telah dikerjakan.
6. Takut kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengingat
siksa Neraka yang sangat pedih.
7.
Berteman dengan orang Baik
Hal
ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan
senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari
kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu
meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah
berfirman:
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى
عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ
فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Bagaimana
mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah
dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan
barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Qs. Ali ‘Imran /3:101
8. Membaca sirah (sejarah) Rasulullah, sahabat dan
salafusshaleh
Membaca kisah Rasulullah, para
sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca
kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam,
maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman
Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Huud/11: 120)
9. Senantiasa berdzikir dan berdo’a agar diteguhkan di
atas istiqâmah.
Di antara do’a yang sering dibaca
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai
Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu.” (HR.
At-Tirmdizi no. 3522. Shahih)
اللَّهُمَّ لَا عَيْشَ إِلَّا
عَيْشُ الْآخِرَهْ
Ya Allah
tidak ada kehidupan yang hakiki kecuali kehidupan akhirat (HR. Muslim no. 3367)
F.
Kisah Orang-Orang yang Istiqamah
Berikut
ini adalah beberapa contoh dari orang-orang yang istiqamah dalam hidupnya:
1.
Ketika Umar ditikam pisau yang menyebabkan kematiannya, darah terus
mengalir dari lukanya sehingga Beliau sering pingsan. Walaupun demikian
keadaannya, jika disampaikan kepadanya waktu shalat tiba, maka beliau segera
mengerjakannya. Beliau berkata, “tiada bagian dalam Islam bagi orang yang
meninggalkan shalat”. (Kisah teladan, h. 66)
2.
Usman bin Affan radhiyallâhu ‘anhu sahabat
sekaligus menantu Rasulullah ini sering
mendirikan shalat sepanjang malam dan mengkhatamkan Al-Quran hanya dalam satu
rakaat. (Kisah teladan, h. 66)
3.
Abu Muslim al-Khurasani, ketika ditanya, “Kenapa engkau mampu untuk
tidak tidur pada malam hari?” Ia menjawab, “karena semangat yang tinggi, tekad
yang kuat dan jiwa yang sehat (Rahasia Sukses, h. 12)
4.
Said bin Musayyib rahimahullâh, pemimpin para
tabi’in, orang yang selama enam puluh tahun tidak pernah
tertinggal oleh satu takbiratul ihram. Ia selalu hadir di tempat shalat sebelum shalat berjamaah dimulai. Ia rela berjalan
tiga hari hanya untuk mencari satu hadis yang belum ia ketahui. (Rahasia
Sukses, h. 34). Ia juga pernah pergi selama tiga hari hanya untuk mencari jawaban atas satu
permasalahan. (Rahasia Sukses, h. 7)
5.
Muhammad bin al-Munkadir rahimahullâh berkata, “Saya
berjuang melawan diriku selama empat puluh tahun. Saya berjihad
dan memaksanya melakukan ketaatan sehingga ia beristiqamah untukku” (Kiat Salaf,
h. 227)
6.
Al-Baqillani rahimahullâh selalu
melakukan qiyamullail dua puluh rakaat setiap malam. Dia tidak tidur sebelum
menulis 35 halaman (Kiat salaf, h. 350)
7.
Assari bin al-Mughallas berkata, “Apabila anda bersedih terhadap
hartamu yang hilang maka menangislah terhadap umurmu yang berkurang.” (Kaifiyat salaf, h. 350)
8.
Ibnu Hibban rahimahullâh memiliki semangat belajar yang sangat tinggi. Ia meriwayatkan
hadis dari dua ribu guru. (Rahasia Sukses, h. 7)
G. Penutup
Istiqamah
adalah diantara anugerah terindah dari Allah untuk para hamba. Beruntunglah
orang yang telah diringankan untuk taat, dimudahkan untuk bersedekah, dan
dijauhkan dari peluang maksiat.
Selain
kita berharap anugerah, tentu kita juga harus berikhtiar dengan
sungguh-sungguh, berdoa dengan ikhlas dan bertawakkal kepada-Nya. Semoga kita
dan anak cucu menjadi orang yang istiqamah dan dicintai oleh Allah SWT.
[2]
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), h. 552.
[4]
Ali bin Muhammad al-Syarîf al-Jurjani, kitâb al-Ta’rîfât, (Libanon: Maktabah
Lubnân, 1985), h. 19
[5]Abdullah bin
Jaarullah Ali Jaarullah, Istiqomah Sebagai Prinsip Gerakan Islam, (T.
Tp: Pustaka LMPI, 1992), Cet.ke-1, h. 17
[8] Syarh Shahîh Muslim (II/8-9). Sumber: https://almanhaj.or.id/3351-iman-dan-istiqamah.html
0 Response to "Istiqamah Kunci Berbagai Kemujuran"
Posting Komentar