Sumber Agama dan Ajaran Islam


Sumber Hukum Islam

Oleh: Hartono Rahimi

 

A.     Pengertian Sumber Hukum Islam  

Sumber hukum Islam adalah kumpulan undang-undang atau peraturan yang dijadikan pedoman untuk mengatur hidup manusia, baik secara individu maupun sosial. Sumber utama hukum Islam terdiri dari tiga hal yaitu: al-Quran, Hadis dan Ijtihad. Hal ini berdasarkan firman Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul(Nya) dan Ulil Amri di antara kamu.” (Qs. An Nisa4/: 59)

Setiap umat Islam wajib taat dan patuh kepada Allah (al-Quran), Rasul (Hadis)  dan Ulil Amri (Ijtihad). Mentaati Allah dan Rasul bersifat mutlak, sementara mentaati pemimpin (Ulil Amri) hanya berlaku selama mereka taat kepada Allah. Rasulullah Saw. Bersabda:   

لاَطاَعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ.

“Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiyat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan” (HR. Bukhari no. 4340 dan Muslim no. 1840)

 

B.      Macam-Macam Sumber Hukum Islam  

Sumber hukum Islam terdiri dari 3 macam, yaitu: al-Quran, Hadis dan ijtihad. Adapun penjabaran ketiganya adalah sebagai berikut:

1.   Al-Quran

 

a.   Pengertian

Al-Quran  menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt.

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18)

"Sesungguhnya Kamilah yang mengumpulkan Al-Quran  (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggung jawab Kami.    (Karena itu) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya." (Qs. Al-Qiyamah/75: 17-18)

Al-Quran menurut istilah seperti yang diungkapkan ‘Alî al-Shâbûnî dalam bukunya al-Tibyân fi ‘Ulûm al-Qur’ân adalah: “Kalam Allah Swt. yang merupakan mukjizat, diturunkan kepada pemungkas para nabi dan rasul, melalui perantara malaikat Jibril As., termaktub dalam berbagai mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, bernilai ibadah kala dibaca, dimulai dengan Sûrah al-Fâtihah dan diakhiri dengan Sûrat al-Nâs.”

 

b.   Nama-Nama Al-Quran

Menurut Imam Ibnu Jarir Ath-Thabary dalam tafsirnya Jamiul Bayan, al-Quran  mempunyai empat macam nama, yaitu:

1)  Al-Quran, artinya   bacaan, karena isinya adalah firman Allah yang bisa dibaca oleh siapapun.

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (79) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (80)

“77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang mulia, 78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. 80. diturunkan dari Rabbil 'alamiin.” (Qs. Al-Waqiah/56: 77-80)

        Disebut Al-Quran al-Karim (Bacaan yang mulia) karena ia diturunkan dari Allah yang Maha Mulia, melalui perantara Jibril malaikat paling mulia, kepada Muhammad Saw. Rasul paling mulia, di Mekah kota paling mulia, pada malam Qadar waktu paling mulia. Dan tentu, orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkan akan menjadi mulia pula.



2)  Al-Kitab, artinya yang ditulis, karena dia ditulis pada lembaran-lembaran yang dikumpulkan dan dijilid menjadi mushaf.

ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ  

"Itulah al-kitab yang di dalamnya tidak ada keraguan petunjuk bagi mereka yang bertakwa". (Qs. Al-Baqarah/2: 2)

 

3)  Al-Furqan, artinya pembeda, karena dia yang membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang benar dan yang salah.

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا  

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (Qs. Al Furqon/25: 1)

 

4)  Adz-Dzikr, artinya peringatan. Peringatan dari Allah Swt. bagi orang yang ingkar dan durhaka kepada-Nya. Firman Allah Swt.:

أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ هَذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُمْ مُعْرِضُونَ  

"Al-Quran  ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena mereka berpaling," (Qs. Al-Anbiya'/21: 24)

 

c.   Isi Kandungan Al-Quran

Ayat Al-Quran  mulai diturunkan untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad Saw. ketika beliau sedang bersemedi (Tahannus) di Gua Hira pada tanggal 17  Ramadan  tahun 40 dari kelahiran nabi.  Al-Quran  diturunkan selama 22 tahun,  2 bulan, 22 hari dengan perincian: 12 tahun 5 bulan hari diturunkan di Makkah dan 9 tahun 9 bulan 9 hari diturunkan di Madinah.

Al-Quran  yang diturunkan selama ± 23 tahun terdiri dari 30 juz, 114 surat 554 ruku', dan 6.236 ayat. Al-Quran  dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas. Diturunkan dalam dua periode yakni periode Makkah sebanyak 19 juz, 86 surat, 4.780  ayat dan periode Madinah terdiri dari 11 juz 28 surat  1.456 ayat.

Al-Quran  yang terdiri dari 30 juz tersebut tidak diturun­kan dalam satu waktu melainkan diturunkan secara bertahap. Hal ini bertujuan agar isi kandungan Al-Quran  mudah dipelajari dan diamalkan. Al-Quran  diturunkan sebagai petunjuk agar menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Quran  diturunkan bukan untuk satu umat atau satu abad tetapi untuk seluruh umat dan untuk sepanjang masa. Oleh karena itu, ajaran-ajarannya mencakup semua aspek kehidupan manusia. Adapun isi kandungan Al-Quran  adalah sebagai berikut.

1.   Akidah, yaitu tuntunan yang berkaitan dengan keimanan manusia kepada Allah Swt., kepada malaikat, kitab-kitab Allah Swt., rasul, hari kiamat, taqdir, sorga, neraka, Jin dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari tentang keimanan disebut dengan ilmu tauhid atau ilmu kalam.

2.   Ibadah, yaitu tuntunan yang berkaitan dengan amaliah khususnya ibadah mahdhah yaitu ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah Swt. seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sementara ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fiqih.

3.   Akhlak, yaitu tuntunan yang berkaitan dengan moral atau perilaku manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Misalnya, akhlak terhadap orang  tua,  akhlak terhadap sesama muslim, akhlak terhadap non muslim, akhlak bertetangga, adab bertamu, tata cara pergaulan antara laki-laki dan perempuan, aturan berbusana dan lain-lain.

4.   Muamalah yaitu tuntunan yang berkaitan dengan hubungan antar  sesama manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Yang termasuk dalam tuntunan muamalah ini adalah:

a)  Hukum perkawinan (Munakahat)

b)  Hukum mawaris (Faraidh)

c)  Hukum pidana (Jinayat)

d)  Hukum perdata (denda)

e)  Hukum jual-beli dan perjanjian

f)   Hukum tata negara

g)  Hukum makanan dan penyemblihan

h)  Hukum peperangan (jihad)

5.   Kisah, yaitu sejarah para nabi dan rasul terdahulu, kisah umat yang taat seperti Ash-habul Kahfi dan Ratu Sabak dan kaum  durhaka seperti Kaum Nabi Nuh, Kaum Tsamud, Kaum Ad, Fir'aun, Namrud dan lain-lain. juga kisah tentang masa depan seperti sorga dan neraka.

6.   Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi al-Quran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari.

7.   Ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayat al-Qur’an banyak berisi tentang himbauan agar manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti kedokteran, farmasi, pertanian dan astronomi yang bermanfaat bagi kemjuan dan kesejahteraan umat manusia. Misalnya teori Bigbang tentang penciptaan alam. (Qs. Al-Anbiyak/21: 30), Langit dengan Atmosfirnya sebagai atap untuk melindungi bumi (Qs. Al-Anbiyak/21: 32), manusia berasal dari satu sel sperma (Qs. Al-Qiyamah/75: 36-37), Sidik jari (Qs. Al-Qiyamah/ 75: 3-4), manfaat besi bagi kehidupan (Qs. Al-Hadid/57: 25), antariksa (Qs. Arrahman/55: 33) dan lain-lain.   

 

 

d.   Fungsi Al-Quran

Sebagai kitab suci terakhir, al-Quran akan selalu relevan dengan segala waktu dan tempat (shalihun likulli zaman wa makan). Adapun fungsinya bagi manusia adalah sebagai berikut:

1.   Sebagai sumber dari segala sumber hukum (Mashdarul hukm)

Setiap muslim harus menjadikan al-Quran sebagai referensi utama dalam menjalani kehidupan ini karena al-Quran adalah aturan hidup sekaligus kompas penuntun.

تَرَكَتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابَ الله وَسُنَّتِيْ

Artinya: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan bagi kalian dua perkara yang dengan (berpegang pada) keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya: yaitu Kitâbullâh dan Sunnahku.” (HR. al-Hakim dan al-Daruquthni).

 

2.   Sebagai Pedoman hidup (Minhajul Hayah)

Al-Quran adalah pedoman hidup. Ajaran-ajaran yang termaktub di dalamnya  adalah firman Allah yang mulia. Diturunkan untuk menunjuki manusia sepanjang masa. Oleh karena itu, Al-Quran  dijaga kemurniannya oleh Allah Swt.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ  

"Sesungguhnya Kamilah (Allah) yang menurunkan peringatan (Al-Quran) itu dan sesungguhnya Kami pulalah yang akan menjaganya." (Qs. Al-Hijr/15:  9)

Adapun tujuan menjaga dan melindungi Al-Quran  dari kebatilan, kepalsuan dan pengubahan itu tidak lain hanyalah agar hukum Allah Swt. akan tetap tegak di atas bumi ini.

 

3.   Sebagai mukjizat terbesar (Mu’jizatu al-Kubra)

Setiap rasul dikuatkan dengan mukjizat (kemampuan spektakuler) seperti tongkat Nabi Musa yang bisa berubah jadi ular dan Nabi Sulaeman yang bisa berkomunikasi dengan binatang. Tujuan mukjizat tersebut adalah untuk mengalahkan tipu daya penentang dakwah pada waktu itu. Akan tetapi semua mukjizat tersebut telah hilang bersama kewafatan para nabi dan rasul tersebut. Hanya al-Quran saja satu-satunya mukjizat para Nabi yang masih dapat dilihat, disentuh, dibaca dan didengar hingga kini. Bahkan jutaan orang telah dapat hidayah karena meneliti al-Quran. Tak satupun orang yang mampu membuat tandingan al-Quran. Allah berfirman:

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيراً

“Katakanlah! ‘Andai kata seluruh manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, pasti mereka semua tidak dapat membuat yang serupa dengan dia, walaupun mereka saling tolong-menolong.” (Qs. Al-Isra/ 17: 88)

 

4.   Sebagai Pemberi Syafaat (al-Syafaah)

Rasulullah Saw. bersabda:

اِقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah al-Qur`an sebab al-Qur`an akan datang pada hari kiamat sebagai sesuatu yang dapat memberikan syafaat (pertolongan) kepada orang yang mempunyainya yang membacanya.” (HR. Muslim)

5.   Sebagai obat (as-Syifak)

Al-Qur`an itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin.

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا  

"Dan Kami turunkan dari Al-Quran  suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran  itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian." (Qs. Al- Isra/17: 82)

Al-Quran Obat Segala Penyakit

Menurut Ibnu Katsir, maksud al-Quran itu obat adalah menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan dan penyimpangan. Sementara maksud al-Quran itu rahmat adalah al-Quran mampu membuahkan keimanan, hikmah, kebaikan dan menginspirasi orang untuk melakukan amal shaleh.

Sementara Ibnul Qayyim menyebutkan dalam kitabnya Zadul Ma’ad:  “Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi.”

 

e.   Bukti Kebenaran Al- Quran

Al-Quran  sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, memiliki bukti-bukti kebenaran yang antara lain sebagai berikut:

1.   Al-Quran  memiliki kehebatan isi maupun keindahan bahasa yang tidak dapat ditiru oleh siapa pun apalagi dikalahkan.

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ    "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran  yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat saja yang semisal Al-Quran  itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar. " (Qs. Al-Baqarah/2: 23)

 

Al-Quran Tandingan

Musailamah al-Kazzab seorang Nabi palsu pada zaman khalifah Abu Bakar pernah membuat sebuah ayat tandingan tapi kering dari hikmah dan bernilai sastra rendah.

أَيُّهَا الضِّفْدَعُ بَنَاتِ ضِفْدَعَيْنِ أَعْلاَكَ فِي الْمَاءِ وَأَسْفَلَكَ فِي التُّرَابِ

"Hai katak (kodok), anak-anak dari dua katak, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah".

 

2.   Al-Quran  menerangkan beberapa ramalan tentang peristiwa yang belum terjadi, kemudian betul terjadi sebagaimana yang diramalkan. Misalnya, ramalan Al-Quran  tentang kemenangan Romawi dalam peperangan melawan Persia.

غُلِبَتِ الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4)

"Telah dikalahkan Kerajaan Rum. Di negeri yang terdekat, tetapi sesudah kalah itu mereka akan menang dalam beberapa tahun lagi." (Qs. Ar Rum/30: 2-4)

Ayat tersebut di atas turun setelah Persia memperoleh kemenangan dalam pertempurannya melawan Romawi pada tahun 614-615 M di Syria dan Palestina. Namun, tujuh tahun kemudian, Romawi memperoleh kemenangan dalam melawan Persia.

3.   Dalam Al-Quran  banyak terdapat ayat-ayat ilmiah, yaitu ayat-ayat yang mengandung ilmu pengetahuan dan dapat dibuktikan melalui penelitian-penelitian ilmiah.

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

" ...Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit… (Qs. Al-An'am/6: 125)

Setelah diadakan penelitian, ayat tersebut adalah fakta. Para astronot  yang menjelajah ruang angkasa harus memakai pakaian khusus untuk menghindari ruang hampa udara.

 

 

2.   Hadis sebagai Sumber Kedua Hukum Islam

a.   Pengertian dan Jenis

Hadis menurut bahasa (etimologi) adalah al-Jadîd (baru), al-Khabr (berita). Menurut para ahli, Hadis ialah segala hal yang datang dari Nabi Saw. baik berupa ucapan (qaul), perbuatan (fi’l), ketetapan (taqrir), sifat jasmani maupun akhlaq dan perjalanan hidup sebelum diutus menjadi rasul maupun sesudahnya. Hadis nabi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni sebagai berikut:

  

a)   Hadis qouliyah .Yaitu ucapan Nabi Saw. yg didengar oleh sahabat dan disampaikan kepada orang, contohnya:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

"Segala amal perbuatan  tergantung niatnya." (HR. Bukhari Muslim)

b)  Hadis  fi'liyah. Yaitu perbuatan Nabi Saw. yang dilihat dan diketahui oleh sahabat dan disampaikan kepada orang lain. Seperti tata cara shalat, makan, minum, berpakaian, haji, dan lain-lain.  Contoh:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

"Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya salat." (HR. Bukhari no.  595).

c)   Hadis taqririyah. Yaitu keadaan beliau mendiamkan, tidak menyanggah, atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan sahabat di hadapan beliau. Diamnya nabi menandakan persetujuannya dan itu menjadi ketetapan hukum. Misalnya, rasul membiarkan Khalid bin Walid makan daging sejenis Biawak sementara beliau sendiri tidak memakannya. Khalid sampai bertanya:

أَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي

                “Apakah Dhab haram wahai Rasulullah. Nabi menjawab, “tidak, saya tidak memakannya karena saya belum pernah melihat Dhab sebelumnya”. (HR. Bukhari no. 4972)

 

1.   Kedudukan Hadis

Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al Quran. Allah Swt.. mewajibkan kepada kita supaya kita menaati hukum-hukum dan perbuatan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw dalam hadisnya. Firman Allah SWT..:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Qs. Al-Hasyr/59: 7)

Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa di samping al-Quran, Hadis juga merupakan sumber hukum Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim.

 

2.   Fungsi Hadis

Hadis sebagai sumber yang kedua mempunyai fungsi kepada al-Quran  sebagai berikut.

1)  bayân al-taqrîr (keterangan penegas), yaitu menguatkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran, sehingga kedua-duanya (Al-Quran  dan hadis) men­jadi sumber hukum. Misalnya, Allah Swt. dalam al-Quran  menegaskan perintah untuk berpuasa apabila telah melihat bulan.

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ  

" Barangsiapa menyaksikan (melihat) bulan hendaklah ia berpuasa." (Qs. Al-Baqarah/2: 185)

Kemudian hadis menguatkan ayat tersebut di atas sebagai berikut.  

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ

"Berpuasalah kamu, sesudah kamu melihat bulan dan berbukalah kamu sesudah melihatnya. Apabila mendung maka sempurnakanlah hitungan (bulan Syaban menjadi 30 hari)”.  (HR. Muslim no. 1809)

2)  bayân al-tafsîr (keterangan penjelas), yaitu memberikan penafsiran atau rincian terhadap ayat al-Quran  yang masih bersifat umum seperti shalat,  zakat dan  haji. Hadislah yang menjelaskan tata cara ketiganya secara detail, baik jumlah rakaat, waktu shalat, rincian cara berzakat dan tatacara melaksanakan haji. Contoh lain adalah firman Allah Swt.

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

Katakanlah, "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi sesungguhnya itu adalah najis ... (Qs. Al An'am/6: 145)

Ayat tersebut menegaskan bahwa memakan bangkai dan darah diharamkan. Namun, tidak dijelaskan bangkai dan darah yang mana yang boleh dimakan. Di sinilah hadis berfungsi menjelaskan bahwa ada bangkai dan darah yang boleh dimakan yakni ikan dan belalang dan dua macam darah yakni limpa dan hati.

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

"Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedang dua macam darah adalah hati dan limpa." (HR. Ibnu Majah  no. 3314. shahih)

 

3)  bayân al-tasyrî’ (keterangan penetap hukum) yaitu menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran,  misalnya Haramnya emas dan sutra bagi laki-laki.

أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria’.” (HR. An Nasai no. 5148. shahih)

 

3.                  Unsur Pembentuk Hadis

Biasanya sebuah hadis terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu: sanad, matan dan mukharrij. Perhatikanlah hadis berikut ini:

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (البخاري, رقم. 14)

a.   Sanad, yaitu para perawi yang memindahkan redaksi hadis (matan) dari Nabi Saw. Pada hadis di atas sanadnya adalah: Yaqub bin Ibrahim, Ibnu Ulayyah, Abdul Aziz bin Shuhaib, Anas 

b.   Matan, yaitu redaksi (isi) dari sebuah hadis. Pada hadis di atas matannya adalah:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

c.   Mukharrij, yaitu ulama hadis yang menuliskan hadis tersebut di dalam buku yang mereka tulis. Pada hadis di atas mukharrijnya adalah Imam Bukhari.

 

4.                  Kualitas Hadis

Dilihat dari kuantitas (jumlah) para perawi (sanadnya), ulama salaf membagi hadis dalam dua tingkatan, yaitu Mutawatir dan Ahad.

a.   Hadis Mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat berdusta. Menurut Imam Syafi’i, minimal 5 orang. Hadis mutawatir ini dibagi menjadi dua, yakni mutawatir lafzhi dan mutawatir ma'nawi.

·     Mutawatir lafzhi, yaitu mutawatir lafaznya. Hadis ini merupakan perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh banyak orang. Contohnya:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

"Barang siapa berdusta kepadaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya dalam neraka."  (HR. Muslim no. 4)

 

·     Mutawatir ma'nawi, yakni hadis yang mutawatir maknanya. Hadis ini merupakan perbuatan Nabi. Hadis mutawatir ini kualitasnya sama dengan keyakinan yang kita dapati apabila melihat dengan mata sendiri.

b.   Hadis Ahad: Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir  karena jumlah perawinya sedikit. Hadis Ahad dibagi tiga kategori yaitu:

·     Hadis Masyhur: hadis yang diriwayatkan oleh sekurang-kurangnya tiga orang pada setiap level atau thabaqatnya.

·     Hadis Azis, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sekurang-kurangnya dua orang pada setiap level atau thabaqatnya

·     Hadis gharib, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang saja mulai dari level sahabat

 Sementara dilihat dari kualitas (mutu) para perawi (sanadnya), ulama salaf membagi hadis dalam tiga tingkatan pula, yakni maqbul (diterima sebagai sumber hukum yaitu hadis shahih dan hadis hasan) dan mardud (tidak dipakai sebagai sumber hukum yaitu hadis dhaif dan hadis maudhu). 

 

 

 

a.   Hadis shahih (Hadis yang Benar)

Adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna (kuat) ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat, dan tidak janggal (syadz).

 

a. Syarat Hadis Shahih

1.   Orang yang meriwayatkannya (rawi) adil

2.   Rawi sempurna (kuat) ingatan nya

3.   Sanad (rangkaian rawi) bersambung, tidak terputus.

4.   Hadits itu tidak berillat (cacat)

5.   Tidak janggal (syadz)

 

 

b.   Hadis Hasan (Hadis yang Baik)

                 Adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil namun kurang kuat ingatannya, sanadnya bersambung, tidak berillat dan tidak janggal (syadz).

c.   Hadis Dhaif  (Hadis Lemah)

Adalah hadis yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.

d.   Hadis Maudhu’ (Hadis Palsu)

Adalah hadis yang dibuat-buat oleh musuh Islam karena ingin menyesatkan kaum muslimin

Contoh Hadis Palsu

الْحَدِيْثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ الْبَهَائِمُ الْحَشِيْشَ

“Percakapan dalam masjid akan memakan/menghapus (pahala) kebaikan seperti binatang ternak yang memakan rumput”

Hadis ini dihukumi oleh Imam al-‘Irâqi rahimahullah, as-Subki rahimahullah dan al-Albâni rahimahullah sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits. [Lihat Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfah wal Maudhû’ah 1/60]

 

 

C.     Ijtihad

1.   Pengertian

 

Menurut bahasa, ijtihad berarti berusaha dengan penuh kesungguhan. Secara istilah ijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari dan menemukan status hukum dari sesuatu yang belum ditetapkan dalam al-Quran maupun hadis. Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.

Secara historis, ijtihad muncul dalam Islam karena tuntutan realitas kehidupan manusia. Melalui ijtihad, masalah baru yang ketetapannya tidak ada dalam al-Quran  dan hadis dapat dipecahkan dengan menggunakan akal pikiran. Melalui ijtihad ajaran Islam akan selalu sesuai dengan perkembangan zaman, Sebaliknya, kaum muslimin akan mengalami kemunduran ketika ijtihad sirna dari kehidupan mereka. Muhammad Iqbal (penyair dan filosof dari Pakistan) berpendapat bahwa ijtihad adalah prinsip dasar gerak Islam.

 

2.   Bentuk-Bentuk ijtihad

a)   Ijma' (إجماع)

Adalah kesepakatan para ahli ijtihad di kalangan umat Islam terhadap suatu hukum pada suatu masa setelah Rasulullah Saw. wafat. Contoh hasil ijma' adalah kesepakatan sahabat pada masa Umar bin Khatab untuk menjatuhkan hukum cambuk sebanyak 80 kali terhadap orang yang meminum minuman keras.

b)  Qiyas (قياس)

Menurut ulama ushul fikih qiyas adalah menentukan status hukum terhadap satu kasus yang tidak ada ketentuannya dalam al-Quran dan Hadis dengan cara membandingkannya (menganalogikannya) dengan kasus yang ada keten­tuannya dalam al-Quran  maupun hadis. Misalnya, diharamkannya narkoba seperti ekstasi dan ganja. Haramnya narkoba diqiyaskan dengan khamar yang terdapat dalam Al-Quran surat al-Maidah/5 ayat 90 karena antara keduanya ada persamaan illat (alasan) yaitu sama-sama memabukkan.

 

 

c)   Maslahat dan mursalat, (المصلحة المرسلة)

Adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan manfaat (maslahat) bagi manusia dan menolak segala yang mendatangkan keburukan atau bahaya (mudharat). Contoh: membukukan dan menterjemahkan al-Quran, anjuran memakan makanan bergizi, Memperkuat pertahanan dan keamanan. Di antara tujuannya adalah  untuk menjaga lima hal dasar (al-Maqashid al-Syariah) yaitu:

al-Maqashid al-Syariah

pertama, memelihara agama (hifzhuddin), kedua, memelihara jiwa (hifzhunnafs), ketiga, memelihara akal (hifzul ‘aqli), keempat, memelihara keturunan (hifzunnasl), dan kelima, memelihara harta (hifzhulmal).

 

 

d)  Saddudz Dzariah (سد الذريعة)

 Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contoh: Merokok haram bagi anak kecil, ibu hamil dan menyusui.

e)    Istishab (استصحاب)  

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah (lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya.

f)   Urf (عرف)

 Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan al-quran dan Hadis. Contoh: tradisi mandi keramas (balimau) di Sumatera Bara dalam menyambut bulan suci  Ramadhan.

 

3.  Dalil-Dalil tentang Ijtihad

a)    Al-Quran

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunahnya) ..." (Qs. An Nisa'/4: 59)

Ulil Amri pada ayat di atas dimaknai oleh Imam al-Alusi di dalam kitab tafsirnya Ruh al-Ma’ani  dengan beberapa pengertian,   Pertama, pemimpin kaum muslimin (umara al-muslimin) pada masa Rasul dan sesudahnya, kedua, ahlul ilmi (cendekiawan) yang memberikan fatwa dalam hukum syara’.

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan." (Qs. Al Hasyr/59:  2)

Ayat di atas merupakan dalil yang memerintahkan para ulama supaya melakukan ijtihad.

 

b)   Hadis

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

" Jika seorang hakim berijtihad dalam menetapkan suatu hukum, ternyata hukumnya benar, maka hakim tersebut akan mendapatkan dua pahala, & apabila dia berijtihad dalam menetapkan suatu hukum, namun dia salah, maka dia akan mendapatkan satu pahala.." (HR. Muslim no. 3240)

Hadis di atas memberikan penghargaan yang tinggi kepada ilmuwan muslim untuk melakukan ijtihad.

 

4.   Kedudukan dan Fungsi Ijtihad

Hasil ijtihad menjadi sumber hukum yang ketiga setelah Al-Quran  dan hadis. Hal ini didasarkan pada dialog antara Nabi Muhammad Saw. dengan seorang sahabat yang bernama Mu'az bin Jabal ketika diutus ke Yaman sebagai seorang Haki, la ditanya oleh Nabi Muhammad Saw. tentang cara menetapkan hukum apabila ada suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Mu'az menjawab,

قَالَ: أَقْضِى بِكِتَابِ اللهِ. قَالَ: فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ الله؟ قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. قَالَ: فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَلَا فِي كِتَابِ اللهِ؟ قَالَ: اَجْتَهِدُ رَايْئِ وَلَاآلُوْ. فَضَرَبَ رَسُوْلُ اللهِ صَدْرَهُ وَقَالَ: اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ وَفَّقَ رَسُوْلَ رَسُوْلِ اللهِ لَمَّا يَرْضَي رَسُوْلُ اللهِ

 "Saya akan menetapkan hukum dengan al-Quran.Rasul bertanya lagi, "Kalau seandainya tidak ditemukan ketetapannya dalam Al Quran?" Mu'az menjawab, "Saya akan ' tapkan dengan hadis." Rasul bertanya lagi, "Kalau seandair, tidak ditemukan dalam Al-Quran  dan hadis?" Mu'az menjawab, "Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri." Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk bahu Mu'az bin Jabbal tanda setuju. (HR. Abu Dawud)   

Keterangan tersebut di atas adalah dalil tentang kebolehan menetapkan hukum berdasarkan ijtihad. Hal ini disebabkan ijtihad merupakan sumber hukum yang ketiga setelah al-Quran  dan hadis. Ijtihad sangat dibutuhkan dalam Islam guna memenuhi tuntutan realitas kehidupan manusia sekaligus menjawab tantangan zaman yang berubah begitu cepat.

 

5.   Mazhab

Menurut bahasa mazhab berarti  “tempat pergi.” Menurut istilah, mazhab adalah hasil ijtihad seorang imam (ulama) tentang hukum suatu masalah atau kaidah-kaidah istinbath yang dijadikan pedoman oleh umat. Ketika ulama tersebut masih hidup, umat pergi menemui mereka untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ketika ulama tersebut telah wafat, umat memanfaatkan kitab buah karya ijtihad mereka sebagai referensi. Di antara para imam mazhab yang terkenal adalah sebagai berikut

 

No

Nama

Tahun

Nama Mazhab

1

Imam Abu Hanifah.

80 – 150 H

Hanafi

2

Malik bin Anas

93 – 170 H

Maliki

3

Muhammad bin Idris Syafii

150 – 204 H

Syafi’i

4

Ahmad bin Hanbal

241 H

Hanbali


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sumber Agama dan Ajaran Islam"

Posting Komentar