Tafsir Rahmat Karya Oemar Bakri

Tafsir Rahmat Oemar Bakry[1]



I. Pendahuluan

Al-Qur’ân dalam tradisi khazanah keilmuan Islam, telah melahirkan sederetan teks turunan yang demikian mengagumkan, teks-teks turunan itu merupakan karya-karya spektakuler yang lahir dari tangan-tangan ulama dengan beragam model dan metode[2]

            Al-Qur'an bukanlah buku ensiklopedi yang memuat segala hal, ia hanya berisi pokok-pokok ajaran Islam berupa aqidah, ibadah dan mu'amalah,  karena itu diperlukan tafsir[3] untuk mengungkap, menjelelaskan, memahmi, serta mengetahui prinsip-prinsip kandungan al-Qur'an tersebut.[4]

            Berbagai karya tafsir telah lahir dari tangan-tangan kreatif para ulama, ia muncul dan terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, seakan al-Qur'an tak pernah habis ditafsirkan, walau beribu bahkan berjuta buku telah ditulis mulai dari  timur tengah tempat turunnya al-Qur'an sampai ke Indonesia. Di Indonesia sendiri berbagai judul karya tafsir telah dihasilkan.  

Upaya pembacaan secara metodologis terhadap dinamika tafsir di Indonesia oleh beberapa intelektual Indonesia pernah dilakukan, M. Yunan Yusuf misalnya, ia telah menganilis karakteristik tafsir al-Qur’an di Indonesia, tapi analisa beliau terbatas pada tafsir di Indonesia abad ke-20 yang mengacu pada sembilan literatur tafsir terkemuka pada saat itu, yaitu: tafsir al-Qur’an al-Karim bahasa indonesia karya Mahmoed Yoenus, al-Furqan: Tafsir al-Qur’an karya A. Hassan, Tafsir Qur’an karya H. Zainuddin Hamidi dan Fachrudin HS, al-Qur’an dan terjemahnya karya tim DEPAG, Tafsir Rahmat karya H. Oemar Bakry, Tafsri An-Nur dan Tafsir al-Bayan keduanya karya TM. Hasbi al-shidqi, Tafsir al-Qur’an al-Karim H.A Halim Hassan, H. Zainal Arifin Abbas dan Abdurrahman Haitami dan Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka[5].

            Kajian serupa yang lebih konprehensif pernah juga dilakukan  Howard M Federspiel seorang Profesor ilmu politik di  Universitas Negara bagian Ohio AS, dalam buku Popular Indonesian Literature of The Qur’an, penelitian Howard ini lebih umum sifatnya, karena tidak terbatas pada lieratur tafsir, namun juga mencakup pada keseluruhan literatur yang berbicara tentang al-Qur’an secara umum, dalam penelitiannya itu Howard mengkaji literatur Tafisir, ilmu tafsir, terjemah al-Qur’an, indeks al-Qur’an, dan buku-buku lain yang berhubungan dengan al-Qur’an yang melibatkan 58 judul buku.

            Dari beberapa penelitian ilmiah yang dilakukan oleh para akademisi dan pemerhati al-Qur’an  tentang terjemah dan tafsir berbahasa Indonesia, kebanyakan mereka merujuk pada karya-karya setelah abad ke-19, hal ini karena Tradisi menterjemahkan di Indonesia baru mulai marak setelah abad ke-19. menurut Muhammad Amin Suma tidak lahirnya terjemah dan tafsir al-Qur’an selama abad ke-18 dan ke-19 disebabkan faktor psikologis dalam hal ini pengharaman penerjemahan al-Qur’an yang benar-benar telah merakyat di kalangan rakyat Indonesia, disamping soal-soal tehnis dan keuangan yang memang cukup sulit untuk kurun itu[6]

            Tapi menurut analisa penulis faktor penyebab lainnya adalah bahwa Islam masuk ke Indonesia lewat jalur dagang inipun berlangsung damai dan evolutif, bukan melalui transmisi keilmuan atau ekspansi yang revolutif, tak mengherankan bila saat itu kota-kota di Indonesia lebih populer sebagai bandar-bandar dagang. Transaksi barang lebih ramai terjadi ketimbang transfer keilmuan, wajar apabila kemudian karya-karya keIslaman yang lahir cukup minim.

Satu-satunya tradisi keilmuan yang relatif berkembang cukup pesat adalah fikih disamping tasawuf. Hipotesis Max Weber pantas untuk disinggung, ia menyebut adanya korelasi antara aktivitas ekonomi dan kebudayaan akan satu lembaga hukum, seiring kegiatan ekonomi yang makin meningkat, maka kebutuhan akan kepastian dan jaminan dari suatu undang-undang atau perangkat hukum lainnya kian meningkat[7]  

            Dari sekian banyak karya terjemah dan tafsir al-Qur’an di Indonesia tafsir Rahmat karya Oemar Bakry memiliki peran cukup signifikan, karena itulah penulis akan mencoba mengkaji karya monumental Oemar Bakry ini, semoga bisa memberikan sedikit gambaran tentang kekayaan intelektual muslim Nusantara terutama dalam bidang terjemah dan Tafsir al-Qur’an. 

 

II. Biografi Singkat Oemar Bakry

            Nama lengkap Beliau adalah Oemar Bakry Dt. Tan besar,  Lahir pada tanggal 26 Juni 1916 di Desa Kacang di pinggir Danau Singkarak Sumatera Barat.

Pendidikan formal beliau mulai pada Sekolah Desa di Kacang dan Sekolah Sambungan di Singkarak, selanjutnya meneruskan pelajaran pada Sekolah Thawalib dan Diniyah Putra Padang Panjang. Tamat Diniyah tahun 1931 dan Thawalib 1932, kemudian melanjutkan pelajaran pada Kulliyatul Mu’alimin Islamiyah Padang. Tamat tahun 1954 masuk Fakultas Sastra Universitas Indonesia, tidak sampai tamat.

Berbagai profesi telah beliau geluti sejak masa mudanya, ia pernah menjadi Guru pada Sekolah Thawalib di Padang pada tahun 1933 s.d. tahun 1936, Direktur Sekolah Guru Muhammadiyah Padang Sidempuan tahun 1937, guru pada sekolah Thawalib Padang Panjang dari tahun 1938 sampai masuk tentara Jepang, direktur The Public Typewriting School yang didirikan 21 Januari 1938 di Padang Panjang. Kemudian namanya diganti dengan Taman Kemajuan dan masih berdiri sampai sekarang. Disamping berkiprah dalam bidang pendidikan beliau juga aktif dalam kegiatan dunia usaha, beliau tercatat sebagai  Pendiri dan Direktur Utama Penerbit & Percetakan Offset Mutiara Jakarta dan Angkasa Bandung. Mutiara didirikan 1 Nopember 1951 di Bukittinggi dan Angkasa 13 Januari 1966 di Bandung.

Disamping itu beliau juga aktif Berdakwah di Sumatera Barat, Jakarta, dan Bandung,  juga pernah Memberikan Ceramah di Universitas Al-Azhar CAIRO 22 Desember 1983, di IAIN Sunan Ampel Surabaya 11 Februari 1984, di IAIN Imam Bonjol Padang 26 Maret 1984 dan  di Universitas Bung Hatta Padang 28 Maret1984.

            Dalam bidang keorganisasian Bakry pernah menjadi anggota Parta Politik Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) tahun tiga puluhan, Anggota Masyumi dan pernah menjadi anggota Pimpinan Masyumi Sumatera Tengah. Ketua IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) Jakarta Raya beberapa periode. Ketua Yayasan al-Falah, Yayasan Pemelihara Kesucian Al-Qur’an al-Karim dan Yayasan Thawalib Jakarta. Bakari juga pernah Menghadiri Kongres IPA (Internasional Publisher Association) 1976 di Kyoto dan tahun 1980 di Kopenhagen. Mengadakan hubungan dengan penerbit-penerbit luar negeri (Asia, Eropa dan Amerika).

            Bakry termasuk ulama produktif, berbagai karya tulis telah beliau hasilkan baik dalam  bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Arab,  adapun karya-karya tulis tersebut adalah: Uraian 50 hadis, Memantapkan rukum Iman dan rukun Islam, al-Qura’n mukjizat yang terbesar, Apakah ada nasekh dan mansukh dalam al-Qur’an?, Keharusan memahami isi al-Qur’an, Pelajaran sembahyang, Dengan Taqwa mencapai bahagia, kebangkitan umat Islam abad ke-15 H, Polemik H. Oemar Bakry dengan HB Yassin tentang al-Qur’an Bacaan Mulia, Kamus Indonesia Arab Inggris, Kamus Arab Indonesia, Tafsir Madrasi (berbahasa Arab), al-Ahadis al-Shahihah (berbahasa Arab), Makarim al-Akhalak (Berbahasa Arab), Bung Hatta selamat jalan. Cita-citamu kami teruskan, Bunga Rampai Sumpah Pemuda, Akhlak Muslim, Islam menentang Sekularisme dan Menyingkap tabir arti ulama[8].  

 

III. Mengenal Tafsir Rahmat Lebih Dekat           
A.    Latar Belakang Penulisan Tafsir Rahmat

Bakry termasuk salah seorang ulama Indonesia yang banyak menulis dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan Seperti Tafsir, Hadis, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, secara keseluruhan karya-karya yang beliau tulis sebanyak 21 buku, karya monumental Bakry sekaligus yang mengangkat nama beliau sejajar dengan Mahmud Yunus Dengan Tafsir al-Qur'an al-Karimnya, Tengku Muhammad Hasbi al-Shidqi dengan Tafsir al-Bayan dan al-Nurnya dan Hamka dengan Tafsir al-Azharnya adalah Tafsir Rahmat.

Menurut pengklasifikasian yang dilakukan Ishlah Gusmian dalam buku Khazanah Tafsir di Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi, Tafsir Rahmat yang ditulis Bakry termasuk periode kedua (1970-an hingga 1980-an) dimana pada periode ini cirinya biasanya mempunyai beberapa catatan[9] 

Penulisan Tafsir Rahmat ini dilatar belakangi oleh keinginan Oemar Bakry untuk membantu pembaca untuk memahami al-Qur’an, hal ini seperti yang diungkapkan Oemar Bakry sendiri dalam Kata penutup tafsir Rahmat seperti demikian:

“Dengan mengucapkan Syukur al-Hamdulillah, akhirnya selesailah saya menulis dan mengoreksi Tafsir Rahmat ini pada hari Kamis tanggal 12 Mai 1983 bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1341 H, pukul 19 di jakarta. Sungguh banyak kesulitan yang saya hadapi dalam menulis terjemahan dan tafsir al-Qur’an yang menjadi pegangan umat Islam untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan keselamatan di Akhirat…dengan bekerja keras tidak henti-hentinya mulai dari tahun 1981, akhirnya sampai jugalah saya kepada tujuan yang dicita-citakan menghidangkan Tafsir Rahmat. Usaha ini adalah sebagai lanjutan dari cita-cita saya. Tahun 1937 sudah saya tulis sebuah tafsir untuk sekolah-sekolah yang saya namakan al-Tafsi al-Madrasi dalam”[10]

      

Berdasarkan data diatas  Bakry menyelesaikan Tafsir Rahmat dalam waktu lebih kurang tiga tahun (1981-1983), hal ini relatif lebih cepat dibandingkan dengan ulama-ulama lain yang juga menulis karya Terjemah dan Tafsir dalam Bahasa Indonesia sebelum periode Bakry, seperti Mahmud Yunus misalnya merampungkan Tafsirnya dalam masa enam belas tahun (1922-1938)[11]

Dalam menulis Tafsirnya Bakry mempergunakan referensi sebanyak 27 buku yang terdiri dari Karya dalam bahasa Arab, Inggris dan Indonesia. Tidak hanya karya tafsir tapi juga buku-buku Ulum al-Qur’an, Balaghah, Bahasa Inggris dan Enciclopedia. Dari sederetan buku Tafsir yang dijadikan Bakry sebagai rujukan tafsir Rahmat, beliau tidak mencantumkan Tafsir Jalalain dan Tafsir al-Baidhawi yang sangat terkenal di dunia Islam. Adapun rincian rujukan yang dipakai Bakry adalah sebagai berikut[12]:  

        Tafsir al-Manar karangan Syekh muhammad rasyid ridha, Tafsir al-Maragi karangan ahmad musthafa al-Maragi, Tafsir ibn katsir karangan Ibnu Kstsir, Fi dhilal al- quran karangan Said qutub, Tafsir al-Qur'an karangan prof. H. Mahmud yunus, Tafsir al-azhar karangan prof. Dr. Hamka, Al-Qur'an dan terjemahan karangan Tim Departemen Agama, al- Furqon fi tafsir al- Quran karangan Hasan bin ahmad, Tafsir al-Qur’an karangan  Zainuddin hamidy dan fachruddin, Tafsir al-Bayan karangan prof. T.m. Hasbi ash shiddieqy,  Tafsir jawaher karangan syekh thanthawi jauhari, Tafsir kabir karangan Imam muhammad al-Razi fakhruddin, Ittijah al-Tafsir karangan Musthafa muhammad al-hadidi thair, Tafsir Mushaf al-musfassar karangan Muhammad farid wajdi, Tafsir Qurthubi karangan Abi Abdullah Muhammad Ahmad bin Ahmad Anshari al-Qurthubi., I’jaz al-qur’an, Ali Muhammad al-Hayawi, Jawahir al-Balaghah karangan Sayid Ahmad Hasyimi, Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S Poerwadarminta, al Mu’jam al-Washith karangan Ibrahim Anis dkk. Muhammad Saw al-Masta al-Kamil karangan Muhammad Ahmad Maula Bek, al-Adab al-Nabi karangan Muhammad Abdul Azis Hauli, Sahih Bukhari karangan al-Imam al-Bukhari, Sahih Muslim karangan imam Muslim, The Advanced Learners Dictionay Of Current Engglish, karangan A.s Hornby dkk, The Night Sky karangan Mary T. Bruck, The Enciklopedia Amerikana terbitan Amerikana coporatioan, dan Explanatory Engglish Translation Holy Quran karangan Dr. Muhammad Mukhsin Khan dan Dr. Taqiudin al-Hilali 

Tafsir ini dinamakan Tafsir Rahmat sesuai dengan tujuan al-Qur'an diturunkan, al-Qur'an agar menjadi rahmat bagi alam semesta, tafsir ini disusun demikian ringkasnya seperti tafsir al-Mufassar oleh Muhammad Farid Wajdi yang hanya satu jilid saja, untuk memudahkan para peminat mengambil petunjuk dan hidayah dari al-Qur'an[13]

Tafsir Rahmat karya Oemar Bakry ini juga mendapat pujian dari banyak kalangan, diantaranya adalah dari Profesor T.M Soelaiman ketua LPKEL ITB seperti demikian: "Tafsir Rahmat ini, bukan tangan H. Umat Bakry merupakan pembuka akal dari para ilmuwan untuk menggunakan al-Qur'an sebagai referensi atau acuan yang sudah merupakan kebenran absolut, sehingga para ilmuwan itu yang pandai menggali al-Qur'an, akan lebih cepat lagi menemukan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan untuk kemajuan sains dan teknologi[14] 

                           

B. Contoh Penafsiran   

Pada Kesempatan ini penulis akan mengetengahkan tafsiran surat al-Fatihah yang dilakukan Bakry di dalam tafsirnya, pengambilan surat al-Fatihah ini sebagai contoh mengingat surat al-Fatihah[15] adalah sebagai ummul Qur’an sekaligus sebagai surat pembuka.

Sebelum memulai terjemah dan tafsir surat al-Fatihah, Bakry memberi pengantar tentang isi kandungan surat tersebut secara umum:

 

“Surat Al Faatihah termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Jumlah ayatnya 7, Surat Al Faatihah disebut dengan beberapa nama:[16]

1.   Ummul Kitab atau Ummul Quran (Sendi Kitab atau sendi Al Quran). Disebutkan demikian karena isi Surat Al Faatihah mencakup dengan ringkas isi yang terkandung dalam Al Quran.

2.   Sab-’ul Matsani (tujuh yang diulangi). Disebut demikian karena ia tersusun dari tujuh ayat yang selalu diulangi membacanya dalam salat.

3.   Asas (pokok). Disebut demikian karena ia asas Surat-surat Al Quran.

4.   Al Fatihaah (Pembukaan). Disebut demikian karena ia Pembukaan dan Surat Pertama dari Al Quran.

 

Dalam Surat Al Fatihaah telah tersimpul secara ringkas isi yang terkandung dalam Al Quran. Surat-surat yang berikutnya menguraikan kesimpulan itu. Pokok-pokok yang terutama dari Al Quran yang tersimpul dalam Surat Al Fatihaah ialah :

1.     Tauhid. Kepercayaan bahwa Allah s.w.t. ada dan Maha Tunggal, tidak ada sekutu-Nya. Ayat ke-1, ke-2 dan ke-3 mengandung pengertian demikian.

2.     Kepercayaan adanya alam akhirat tempat menerima balasan malam baik dengan surga dan kerja jahat dengan neraka. Ayat ke-4 mengandung pengertian demikian.

3.     Ibadah-ibadah yang harus dilakukan seorang muslim: salat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Ayat ke-5 mengandung pengertian demikian.

4.     Akhlak karimah. Budi pekerti yang baik diterangkan dengan berbagai ayat dalam Al Quran. Ayat ke-6 mengandung pengertian demikian.

5.     Sejarah dan kisah-kisah banyak sekali dalam Al Quran. Sejarah dan kisah itu untuk menjadi pelajaran bagaimana buruk dan sengsaranya orang atau umat yang durhaka dan bagaimana baik dan bahagianya orang atau umat yang saleh.”

 

Setelah Bakry menulis pengantar Surat al-Fatihah, ia kemudian menulis surat al-Fatihah  secara lengkap:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ   َإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Baru setelah itu Bakry menterjemahkan ayat perayat, yang dilanjutkan dengan penafsiran, kadang beliau langsung menafsirkan ayat terkait, tapi kadang pada kesempatan lain beliau menafsrikan ayat perkelompok. Dalam surat al-Fatihah ini beliau menafsirkannya ayat-perayat, seperti demikian[17]:

 

1.     Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Perkataan Rahmaan dan Rahiim berasal dari satu kata yaitu Rahmah. Walaupun begitu artinya sedikit berbeda. Rahmaan berarti Allah yang melimpahkan rahmat dan kurnia yang tidak terhitung jumlahnya kepada hamba-Nya. Sedangkan Rahiim berarti sifat yang tetap pada Allah s.w.t. Ayat ini menganjurkan agar setiap amal perbuatan yang buruk dimulai dengan membacanya. Sabda Rasulullah s.a.w., ”Setiap amalan yang tidak dimulai dengan Bismillah, maka amalan itu buntung”. Dengan membaca Bismillah itu otang ingat bahwa segala amalan dari dan untuk Allah.

2.     Segala pujian kepada Allah, Tuhan alam semesta

Sudah seharusnya kita memuji Allah s.w.t. karena dari-Nya sumber segala sesuatu. Dia-lah yang telah menciptakan dan menumbuhkan tubuh manusia sehingga menjadi makhluk yang terbaik mempunyai akal fikiran yang memungkinkan ia jadi khalifah Allah s.w.t. di muka bumi. Selain dari itu Allah s.w.t. melengkapkannya dengan pendidikan agama yang membimbing akal pikiran itu agar jangan salah arah

3.     (Allah) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

4.     (Allah) yang mempunyaai hari pembalasan.

Bacaan Maalik berarti Yang Mempunyai. Bacaan Malik berarti raja. Keduanya boleh dibaca. Pengertian kedunay hampir sama. Bahwa pada hari akhirat Allah s.w.t. sajalah sendiri-Nya yang mempunyai kekuasaan. Tidak ada seorang jua pun yang campur tangan. Ini untuk mengingatkan bahwa apa yang biasa ada di dunia seperti pembela, pengawal dan sebagainya, tidak ada lagi di hari akhirat.

5.     Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan

Konsekuensi dari ucapan Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ialah kesediaan menyembah dan sujud kepada_nya dalam hal-hal yang seharusnya dimintakan pertolongan yang di luar jangkauan kodrat manusia. Petani sesudah menanami sawahnya mendoakan (minta tolong) agar padinya tumbuh dengan subur, terpelihara dari bahaya alam, angin topan, gempa bumi dan sebagainya. Bukanlah artinya minta tolong tanpa amal.

6.     Tunjukilah kami jalan yang lurus

Petunjuk (hidayah) Allah kepada manusia untuk mencapai cita-cita hidup bahagia dunia akhirat cukup lengkap. Semenjak dari bayi ia sudah mendapat hidayah menangis untuk menyatakan keinginannya. Kemudian hidayah pemberian panca indera. Disusul oleh hidayah akal fikiran. Dengan akal fikiran banyak yang dapat dibuat manusia. Ilmu dan teknologinya mengubah wajah dunia. Yang terakhir dan yang paling utama ialah hisayah agama. Hidayah agama yang membimbing akal fikiran agar jangan salah arah. Hidayah agama yang akan membawa kebahagiaan hidup dunia akhirat. Manusia tidak akan bahagia tanpa hidayah agama.

7.     (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni`mat, bukan (jalan) orang-orang yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat. 

Orang yang diberi nikmat Allah ialah orang-orang yang baik, Nabi-nabi dan orang-orang yang selalu tetap teguh memegang ajaran agama Allah s.w.t. Orang-orang yang dimarahi dan sesat ialah orang-orang yang keluar dari jalan yang lurus dan benar melanggar perintah Allah s.w.t. Ayat ini menganjurkan mempelajari sejarah dan kisah-kisah uamt-umat dahulu kala yang banyak sekali diuraikan dalam berbagai ayat. Dengan mempelajari sejarah, dapat diambil perbandingan untuk menempuh jalan yang lurus dan benar.

Pada akhir membaca Al Fatihaah waktu sembahyang berjamah dianjurkan membaca A m i i n. (Ya Allah! Terimalah doaku). Perkataan Amiin tidak masuk ayat Al Fatihaah"

 

C. Karakteristik Tafsir Rahmat

Karakateristik (Characteristic)[18] mengandung sifat khas, ia mengungkapkan sifat yang khas dari sesuatu, bila disini disebut karakteristik Tafsir Rahmat berarti yang dimaksud adalah ciri-ciri khas apa saja yang bisa dilihat dari Tafsir tersebut. Dalam ulum al-Tafsir karakteristik diidentifikasi lewat metode penafsiran (at-thariqah), pendekatan penafsiran (al-Manahij), corak penafsiran (al-laun), teknik penafsiran (kaifiyah)  pemikiran penafsiran (al-fikr)

Tapi sebelum mengupas kareakteristik tafsir Tafsir Rahmat Oemar Bakry ini penulis ingin menampilkan terlebih dahulu contoh penafsiran yang di lakukan Bakry dalam Tafsir Rahmat, hal ini untuk mempermudah melihat Karakteristiknya.

 

1. Pendekatan (Manhaj) Penafsiran

Pendekatan penafsiran sama dengan sumber tafsir, apakah ia menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (Ma'tsur), al-Qur’an dengan hadis, al-Qur’an dengan riwayat para sahabat, al-Qur’an dengan kisah israiliyat atau al-Qur’an dengan pikirannya (ra’yu).

 Bila diperhatikan kutipan-kutipan surat al-Fatihah diatas maka terlihat bahwa uraian penafsiran Bakry sangat sederhana, ringkas dan tidak mengaitkan penafsirannnya dengan masalah-masalah lain, tapi walaupun demikian kadang Bakry juga mengutip hadis Rasul pada tafsirnya walaupun mungkin tidak banyak.

Dari contoh surat al-Fatihah penulis menemukan bahwa Bakry mengutip sebuah hadis untuk menjelaskan pentingnya Basmalah[19], kutipan hadis ini menjadi sebuah indikator bahwa Tafsir Rahmat Bakry ini memakai pendekatan Riwayat (Ma'tsur), walaupun Bakri tidak selalu mengutip riwayat dalam ayat demi ayat yang ditafsirkannya

 

2. Metode (al-Thariqah) Penafsiran

al-Farmawi, membagi Pendekatan (manhaj) tafsir yang selama ini dipakai  ulama menjadi empat, yakni: tahlili, ijmali, muqaran, dan maudhu'i[20], kemudian dari empat metode tersebut, metode tahlili diperinci kembali menjadi tujuh corak, yakni: tafsir bil ma’sur, bi ar-Ra’yi, at-tafsir as-Sufi, fiqhi, falsafi, ilmi dan tafsir al-adab al-Ijtima’i.[21]

Dalam menafsirkan al-Qur'an Bakri menggunakan metode tahlili[22] sebuah metode yang mendominasi tafsir-tafsir klasik baik yang dengan penekatan bi al-ma’tsur seperti al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur karya Jalaluddin al-Suyuthi (849-911 H), Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayah al-Qur’an, karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir al-Thabari (224 H-310 H), dan Tafsir al-Qur’an al-Azhim karya Imaduddin Abu al-Fida’ al-Quraysyi al-Dimasqy Ibnu Katsir (700-774 H), ataupun yang bercorak bi al-ma’qul seperti Tafsir Jalalain karya Jalal al-din al-Mahalli dan Jalal al-din al-Suyuthi.

Bakry memulai penafsirannya dari Surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, seperti dijelaskan Bakry terjemah ayat-ayat dalam Tafsirnya diusahakan dengan terjemah Harfiyah, jika dapat dipahami maksudnya…dan kadang dengan terjemahan makna untuk ayat-ayat yang susah dipahami[23] 

Secara umum Bakry langsung memberikan penafsiran global, tanpa mengawali dengan penjelasan arti kata-kata (mufradat) terlebih dahulu, padahal itu sebetulnya penting karena biasanya satu kata pada satu ayat sering pula dijumpai pada ayat-ayat lain. Sebagai contoh kata al-din yang terdapat dalam ayat مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ mengandung arti (Allah) yang mempunyaai hari pembalasan. Maka kata din berarti pembalasan, padahal kata din di dalam al-Qur'an tidak hanya satu, tergantung konteks pemakaian, seperti kata al-din dalam ayat إن الدين عند الله الإسلام kata al-din disini berarti agama Islam.

 

 

    1. Corak Pemikiran Tafsir

Menurut penelitian yang penulis lakukan, Bakry berbeda dengan kebanyakan penafsir Indonesia lainnya yang memakai corak teologi tradisional[24], Tasfir Rahmat Bakry ini justru memakai corak teologi modern[25], pentakwilan terhadap ayat-ayat mutasyabihat[26] memperlihatkan kesimpulan ini[27]

Untuk memperkuat thesis ini penulis akan menampilkan beberapa contoh penafsiran Bakry terhadap ayat-ayat mutasyabihat tersebut:

Firman Allah:

...وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى ...

Artinya: Dan bukan engkau  yang melempar ketika engkau melemparkan, tetapi Allah (yang memberi pertolongan menyampaikan) lemparan itu[28] (QS. Al-Anfal (8): 17)

Firman Allah:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Artinya: (Dia) Maha Pengasih, bersemayam (berkuasa) di atas `Arsy (singgasana)[29]. (QS. Thaha (20): 5)

 

             Firman Allah:

يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ

Artinya: Tangan Allah (hidayah Allah) di atas tangan mereka (diatas perjanjian mereka) (QS. Al-Fath (48): 10)

            Fiman Allah:

وَجَاءَ رَبُّكَ...

Artinya: Dan datang (kekuasaan) Tuhan engkau[30] (al-Fajr (89): 22)

            Dari contoh-contoh diatas terlihat dengan jelas bahwa Bakry mentakwilkan ayat-ayat mutasyabihat, walakinnakkaha rama dalam surat Al-Anfal (8): 17 diterjemahkan tetapi Allah (yang memberi pertolongan menyampaikan) lemparan itu, istawa dalam surat Thaha (20): 5 diterjemahkan bersemayam (berkuasa), yadullah dalam surat Al-Fath (48): 10 diterjemahkan Tangan Allah (hidayah Allah) dan jaa' rabbuka dalam surat al-Fajr (89): 22 diternjemahkan Dan datang (kekuasaan) Tuhan engkau.

            Pentakwilan yang dilakukan Bakry ditempatkan dalam kurung kurawal, bukan disambungkan dengan terjemahan secara langsung seperti dapat pada bebrapa contoh terdahulu.

            Hal ini sangat berbeda jauh dengan terjemahan dan tafsiran yang dilakukan oleh departemen agama, yang memakai corak teologi tradisional, seperti terlihat dalam contoh berikut, ayat الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى diterjemahkan dengan (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy[31]. أَيْدِيهِمْ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ  Tangan Allah di atas tangan mereka[32] وَجَاءَ رَبُّكَ diterjemahkan dengan datanglah Tuhanmu[33]

 

            4. Corak (laun) Penafsiran

     Tafsir Rahmat Oemar Bakri ini memiliki corak bahasa (Lughawi), ini terlihat dari contoh penafsiran surat al-Fatihah terdahulu, Bakri tidak menjelaskan panjang lebar ayat-ayat yang ada.

Seperti penafsiran beliau terhadapap ayat maliki yaumi ddin, "Bacaan Maalik berarti Yang Mempunyai. Bacaan Malik berarti raja. Keduanya boleh dibaca. Pengertian keduanya hampir sama. Bahwa pada hari akhirat Allah s.w.t. sajalah sendiri-Nya yang mempunyai kekuasaan. Tidak ada seorang jua pun yang campur tangan. Ini untuk mengingatkan bahwa apa yang biasa ada di dunia seperti pembela, pengawal dan sebagainya, tidak ada lagi di hari akhirat"[34].

Dari contoh diatas jelas bahwa penafsiran lughawi (bahasa) lebih dominan dalam tafsir Rahmat ini.

 

5. Keistimewaan Tafsir Rahmat

Seperti yang kita tahu Karya Bakry yang berjudul tafsir rahmat merupakan karya tafsir kontemporer berbahasa Indonesia yang penting, penulisannya merupakan jawaban atas permintaan dari para pembaca Al-Qur’an agar memberikan karya-karya yang lebih baik untuk penggunaan dan pengkajian Al-Qur'an[35].

            Menurt Howard M. Ferderspiel dalam buku hasil penelitiannya Kajian Al-Qur’an di Indonesia Penekanan tafsir-tafsir generasi kedua terletak pada penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, sementara penekanan pada tafsir-tafsir generasi ketiga terletak pada penafsirannya itu sendiri [36]. Tafsir Rahmat Oemar Bakry ini termasuk kedalam generasi  ke dua. 

 Yang menonjol, Bakry mengalihkan perhatian kepada teks bahasa Arab dan pembaruan kata-kata, istilah-istilah, dan teknik-teknik dalam peningkatan pemahaman dalam tejemahan bahasa Indonesia. Adapun keistimewaan tafsir Rahmat Oemar Bakry bisa dilihat dari dua macam yaitu: A. Keistimewaan Format pennyusunan, B. Keistimewaan penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, adapun rinciannya sebagai berikut:

 a. Keistimewaan Format pennyusunan

1. Bakry menekankan teks Arab, dengan ukuran tulisan yang lebih besar, dua kali lebih besar dari teks-teks Arab yang terdapat dalam tafsir-tafsir periode sebelumnya, Ukuran tersebut sama besarnya dengan teks-teks Arab Al-Qur'an yang ada di Indonesia yang tidak disertai terjemahan

 2. Teks Ayat yang terdapat dalam tafsir Bakry disusun secara utuh, Keadaannya berbeda dari tafsir-tafsir lain, yang memakai gaya penyajian ayat-ayat secara per kelompok. Tujuan Bakry adalah untuk menyesuaikan karyanya dengan pola penerjemahan Al-Qur'an yang umumnya di dunia Arab, secara jelas dapat disimpulkan bahwa menurutnya model seperti ini lebih resmi, dan dengan cara penyajian seperti ini akan memudahkan para pembaca.

3. Mungkin untuk pertama kali di Indonesia tafsir ini disesuaikan dengan Bahasa al-Quranul karim yang dibaca dari kanan ke kiri, diikuti bahasa yang diterjemahkan. Hal ini seperti dikatakan bakry sendiri, sesuai saran duta besar kerajaan Arab Saudi di Jakarta Bakr Abbas Khomais[37] 

4. Menurut penelitian penulis diantara keistimewaan lain adalah, Bakry menampilkan indeks sederhana di dalam tafsirnya tentang pokok-pokok ajaran al-Qur’an seperti Aqidah, Akhlak, hukum, ibadah, siyasah dan yang lainnya seperti, Kebersihan,  Makan dan minum tidak boleh berlebihan dan hanya ”diperbolehkan” memakan makanan yang diperbolehkan, Homoseksual adalah berbahaya,  Beberapa makanan diharamkan, Pelacuran berbahaya bagi kesehatan dan harus dihilangkan, seluruh poin-poin disusun dalam posisi yang menarik.

5. Bakry menampilkan Munasabah (kesesuaian/hubungan)  antar surat sebelum ia memulai penafsirannya tentang surat terkait, Bakri juga menampilkan isi kandungan surat yang ingin ditafsirkan secara singkat.

Contoh: sebelum Bakry membahas surat al-Maidah ia menyebutkan munasabah surat ini dengan surat an-Nisa' seperti berikut[38]:

1. "Surat An-Nisa' mcnerangkan beberapa perjanjian (hukum-hukum) yang ditentukan Allah tentang perkawinan, pcmbahagian warisan dan lain-lain. Surat Al Maaidah dimulai pula dengan keharusan menepati perjanjian (ukud) .

2. Sural An Nisaa' memulai teguran meminum tuak dan bcrjudi. Surat al-Maaidah menegaskan haramnya meminum tuak dan bcrjudi itu.

3. Surat Al Maa-idah banyak menantang ahli Kitab, orang-orang Yahudi dan Nasrani dan juga orang-orang munafik dan musyrik, keterangannya dilanjutkan dalam Surat An Nisaa' .

4. Seruan pada permulaan Surat An Nisaa' dan pada bcberapa ayat dengan bunyi "Wahai manusia". Dalam permulaan Surat Al Maa-idah sudah khusus kepada orang-orang mukmin dengan bunyi "Wahai orang-orang yang beriman". Jadi sudah serasi, dari umum kepada khusus".

 

6. Bakry membuat sebuah halaman khusus sebagai pemisah antara surat. Satu hal yang tidak pernah dilakukan oleh para penafsir-penafsir Indonesia periode sebelumnya.   

 

b. Keistimewaan penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia

            Dalam hal yang berhubungan dengan penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, Bakry mengakui bahwa terjemahan ini memperlihatkan penggunaan kata dan perkembangan bahasa Indonesia, dan menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Indonesia yang baru.

1. kata-kata tertentu telah digunakan Bakry sesuai dengan konsep-konsep kontemporer.

 Kata samâwât yang biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai langit, Bakry menterjemahkannya dengan ruang angkasa untuk memperlihatkan pemahaman ilmu pengetahuan modern tentang alam semesta dan terminologinya, seperti terlihat pada contoh berikut:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Katakanlah: Katakanlah (Hai Muhammad kepada Musyrikin Makah) Siapakah yang memberi rezki kamu dari ruang angkasa, dan dari bumi (QS. Yunus (10): 31)[39]

أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ

Artinya: Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di ruang angkasa dan di bumi. (QS. Yunus (10): 55)[40]

الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ

Artinya: Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di ruang angkasa dan di bumi, dan Allah itu mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu lahirkan (QS. An-Naml (25): 25[41]

 

Tapi menurut penelitian penulis lebih lanjut, penulis menemukan ketidak konsistenan Bakry dalam terjemahannya, terutama dalam memaknai  samâwât dengan ruang angkasa, sebab kadang samâwât beliau terjemhakan dengan langit, seperti terlihat dalam terjemahan ayat berikut:

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً

Artinya:Tuhan yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan (tempat kamu tinggal) dan langit (ibarat) atap[42] (QS. Al-Baqarah (2): 22

فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

 

Artinya: Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasiq[43] (QS. Al-Baqarah (2): 59)

 وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ

Artinya:Tidak hilang dari pengetahuan Tuhanmu zat yang kecil sekali (atom) yang ada di bumi atau di langit dam tidak pula yang lebih kecil dari itu (proton) atau yang lebih besar, semua itu  tercatat dalam kitab yang terang (dengan lengkap) [44] Qs. Yunus (10): 61


2. Dia berupaya untuk memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya dengan memberikan penjelasan tambahan kepada penerjemahan Al-Qur’an

 Hal ini terutama jika yang disajikan itu hanya penerjemahan teks yang akan menimbulkan pertanyaan pembaca. Hal ini dia lakukan dengan menambhakan kata-kata tambahan atau kalimat yang diapit oleh tanda kurung. Contoh:

"Demikian itulah (keadaan) umat sebelum kamu (tentang amal perbuatannya) baginya (pahala atau dosa) amal usahanya dan bagi kamu (pahala atau dosa) amal usahamu. Dan kamu tidak dimintapertanggung jawaban mengenai amal perbuatan yang mereka kerjakan"[45]

 

            3. Bakry mengubah praktik gramatika bahasa Arab ke dalam praktik bahasa Indonesia.

Misalnya, dalam Bahasa Arab istilah “mereka” (hum) digunakan ketika “dia laki-laki/ dia perempuan/benda” digunakan dalam bahasa Indoensia, seperti dalam firman Allah SWT:

وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا  أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Artinya: Dan sesungguhnya ada di antara ahli kitab yang beriman kepada Allah dan kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadamu, dan kepada yang diturunkan kepada mereka, mereka tunduk kepada Allah, tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahalanya dari Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. (QS. Alu Imran (3):  199)[46]

 

Demikian Juga dengan Firman Allah SWT:

الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Artinya: (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (QS. Al-Maun: 5)

            Demikian juga kalimat “Sesungguhnya Allah telah memberikan pertolongan kepadamu pada perang Badar” diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya Allah membantu kamu sekalian pada waktu perang Badar”.

 

4. Perhatian Bakry terhadap Bahasa Indonesia modern

Bahasa yang dipakai Bakry sangat memperhatikan perkembangan zaman, hal ini berbeda daripada tafsir-tafsir yang lebih tua. Hal ini agar lebih mudah dimengerti dan mendekati bahasa yang baik dan benar. Contoh:

Kalimat "al-Jannatu Tajri min tahtihal anhar" yang biasanya diterjemahkan dengan "Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai" sulit dipahami, apa artinya jika ia mengalir di bawah surga, ada yang memahami sungai itu terpisah dari surga, padahal maksudnya dalam surga itu ada sungaisungai, dari itu dicoba menterjemahkan dengan "Surga yang sungainya tetap mengalir"[47]

 Satu perbandingan dengan tafsir-tafsir sebelumnya yang memiliki beberapa teks yang muluk-muluk dan menggunakan kata-kata yang jarang digunakan dewasa ini, meskipun para editor dari teks-teks yang lebih tua tersebut telah melakukan pembenaran ejaan untuk menyesuaikan kepada ejaan yang diperbaharui pada awal 1970-an, dan pembaruan teks-teks terlihat terjadi di beberapa tempat[48].

 

IV. Kesimpulan

Dari uraian diatas bisa dilihat bahwa karya Monumental Bakry ini merupakan penyempurnaan dari karya-karya Tafsir periode sebelumnya, banyak hal baru yang ditampilkan Bakri dalam tafsirnya ini, yaitu: 1. penampilan teks ayat dengan tulisan khat yang besar, 2. penafsiran yang tidak memakai sistem pengelompokan ayat, 3. penjelasan selengkap-lengkapnya dengan memberikan penjelasan tambahan kepada penerjemahan Al-Qur’an, 4. kata-kata tertentu telah digunakan Bakry sesuai dengan konsep-konsep kontemporer, 5. Bakry menampilkan indeks sederhana di dalam tafsirnya tentang pokok-pokok ajaran al-Qur’an.

Beberapa point diatas merupakan keistimewaan Tafsir Rahmat Oemar Bakri ini yang tidak terdapat pada tafsir periode sebelumnya, karena begitu istimewanya karya Bakry ini layak untuk diperhitungkan. 

 

Daftar Pustaka

 Ahmad baso, Kritik nalar Melayu; Telaah atas Tradisi Intelektual Islam Indonesia dan Problem Rasionlitas, (Tshwirul Afkar, 1998), no 2

Ibnu Manzûr al-Afriqi, Lisânul Arab, (Beirut: dar al-Shadir, tt)

Ali bin Muhammad bin Abi al-‘Iz al-Hanafi, Syarh al-Thahâwiyah fî al-Aqîdah al-Salafiyyah  

Ishlah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi, (Jakarta: Teraju, 2003)

Jalal al-Dîn al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, (Kairo: al-Faruq al-Haditsah, 1415 H)

al-jurjani,  Ali bin Muhammad bin Ali, al-Ta’rifat, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1405 H

Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikr)

Muhammad Amin Suma, Terjemah dan Tafsir al-Qur’an di Indonesia: Sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, Laporan Penelitian dipublikasikan oleh IAN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, (Jakrta: Lentera Hati, 2000), vol 1

Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Quran di Indonesia Pada Abad keduapuluh,  Ulumul Quran, (Jakarta: LSAF, 1992), Vol. III, No. 4

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)

Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, (Jakarta: Mutiara 1983)

Tengku Muhammad Hasbi al-Shidqi, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Semarang: PT. Pustaka rizki Putra, 2002), h 211 

Tim Penterjemah al-Qur'an Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahannnya, (Madinah: Percetakan Malik Fahd, 1418 H)

Yusuf al-Qardâwy, Berinteraksi dengan Al-Quran, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000)



[1]. Makalah ini Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Tafsir di Indonesia  konsentrasi Tafsir Hadis Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dibimbing oleh Profesor. Dr. H Salman Harun MA. Pada Hari Jum’at Tanggal 21 April 2006

[2]. Keheterogenan metode penafsiran yang dipakai oleh mufassir tersebut dapat dilihat berikut ini, kita mengenal misalnya Tafsîr al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsîr bi al-Ma’tsur karya Jalaluddin al-Suyuthi (849-911 H), J  mi’ al-Bayân ‘an Ta’wîl ayi  al-Qur’an, karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir al-Thabâri (224 H-310 H), dan Tafsîr al-Qur’an al-Azhim karya Imaduddin Abu al-Fida’ al-Quraysyî al-Dimasqy Ibnu Katsir (700-774 H), yang sangat kuat merujuk pada data-data riwayat, ini sebagai bentuk representasi metode Tafsîr bil ma’tsur.

Pada karya Tafsîr yang lain, kita bisa melihat misalnya al-Jawahir fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim karya Thanthâwi Jawhâri (w 876 H) yang banyak mengadopsi disiplin ilmu pengetahuan alam, al-Kasysyâf ‘an haqiqat al-Tanzîl wa ‘uyun al-Aqâwil fî Wujuh al-Ta’wîl karya al-Zamakhsyâri (476-538) yang sangat mengagumi rasionalitas, Tafsîr al-Qur’an al-Hakîm (Tafsîr al-Manar) karya Rasyid Redha (1282-1354 H), yang lebih mengedepankan Tafsîrnya sebagai pedoman dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubi (w. 1272 H) yang memfokuskan pada tema-tema fikih

[3]. Secara etimologis, kata Tafsîr (exegesis)  berasal dari bahasa Arab, Fassarayufassiru–Tafsîran yang berarti menyingkap (al-kasyfu), memperjelas (Izhâr) atau menjelaskan lihat Ali bin Muhammad bin Ali al-jurjani, al-Ta’rifat, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1405 H), h 87,  Ibnu Manzur Di dalam kamus besar lisan al-Arab berkata, "Kata al-Fasru berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan at-Tafsîr berarti menyingkapkan sesuatu lafaz yang musykil dan pelik, lihat Ibnu Manzûr al-Afriqi, Lisânul Arab, (Beirut: dar al-Shadir, tt), J 5 h 55  

[4] M. Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia abad kedua puluh, Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. III, no 4, 1992 h. 50

[5]. Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Quran di Indonesia Pada Abad keduapuluh,  Ulumul Quran, (Jakarta: LSAF, 1992), Vol. III, No. 4  

 

[6]. Muhammad Amin Suma, Terjemah dan Tafsir al-Qur’an di Indonesia: Sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, Laporan Penelitian dipublikasikan oleh IAN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997, h 19, Sebagai Ilustrasi Muhammad Amin Suma mengutip Penuturan Mahmud Yunus mengenai pengalamannnya sebagai orang yang mula-mula menterjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia, kala itu umumnya ulama Islam mengharamkan. Bahwa masyarakat islam kala itu menganggap menterjemahkan al-Qur’an adalah haram juga disinggung oleh Yunan Yusuf, lihat Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Quran…, Vol. III, No. 4 h 53   

[7]. Ahmad baso, Kritik nalar Melayu; Telaah atas Tradisi Intelektual Islam Indonesia dan Problem Rasionlitas, (Tshwirul Afkar, 1998), no 2 h 72

[8]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, (Jakarta: 1983), h 1331-1332, diedit seperlunya oleh penulis demi keruntutan sistematika penulisan yang penulis inginkan.      

[9]. Kategorisasi periode yang menggunakan ukuran tahun disini mirip yang dilakukan Federspiel, yaitu: generasi pertama adalah permulaan abad ke-20 sampai awal tahun 1960-an, generasi kedua pertengahan 1960-an dan generasi ketiga tahun 1970-an, lihat Ishlah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi, (Jakarta: Teraju, 2003), h 65-66

[10]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 1927     

[11]. Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik…, h 52

[12]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 1295-1296

[13]Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h xvi

[14]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h viii

[15] . al-Fatihah nama-namanya antara lain adalah Ummu al-Kitab (Induk al-Qur'an), al-Asas (asas segala sesuatu), al-Matsani (yang diulang-ulang), al-Kanz (perbendaharaan), as-Syafiyah (penyembuhan), al-Kafiyah (yang mencukupi), al-Waqiyah (yang melindungi), al-Ruqyah (Mantera), al-Hamd (Pujian), As-Syukr (Syukur), ad-du'a (do'a) dan As-Shalat lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, (Jakrta: Lentera Hati, 2000), vol 1 h 9  

[16]Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 1

 

[17] . Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 3

[18]. Menurut pandangan Muhammad Yunan Yusuf teknik penafsiran akan memperlihatkan apakah penafsiran tersebut diawali dengan memperjelas arti mufradat kemudian berpindah kearti gloobal (ijmal) dan akhirnya penafsiran rinci (tafshili), sedangkan corak pemikiran penafsiran, yang dimaksud adalah corak pemikiran keagamaan mana yang mempengaruhi tafsir tersebut, baik corak pemikiran keagamaan rasional atau tradisional, Metode tafsir adalah cara seorang penafsir memberikan tafsirannya, apakah ia menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan hadis, al-Qur’an dengan riwayat para sahabat, al-Qur’an kisah israiliyat atau al-Qur’an dengan pikirannya (ra’yu). Lihat Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik…, h 51

[19]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 2 adapun teks hadis secara lengkap bisa dilihat sebagai berikut حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى وَمُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ قَالُوا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ قُرَّةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ أَقْطَعُ  lihat Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikr) j 1 h 610     

[20].Pada awalnya, tafsir tematik berupa pembahasan mengenai satu curat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, menjelaskan berbagai korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang betul-bentuk utuh dan cermat. selanjutnya, tafsir tematik (maudhu'i) berkembang dengan menghimpun ayat-ayat dari berbagai surah yang sama-sama membahas satu masalah tertentu, lalu disusun dalam satu topik, berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut, Model kedua inilah yang OIch ulama zaman sekarang disebut tafsir tematik modern, lihat Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’I, Terj. Suryan A. Jamrah, (Jakarta: Rajawali Press, 1994), h. 35.

[21] Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i , h. 10-11.

[22]. Tafsir Tahlili biasa juga tafsir analitis, menafsirkan al-Quran secara Tahlili berarti menafsirkan al-Qura’n sesuai urutan Mushaf dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalamnya seperti makan lafaz, sabab al-nuzul, munasabat, riwayat-riwayat yang terkait dan lain-lain, lihat Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h 2

[23]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h xii - xiii

[24]. corak teologi tradisional atau lebih terkenal dengan mazhab Salaf, mereka mengimani sifat-sifat yang mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri, pernah ditanyakan kepada imam Malik tentang makna isriwa', maka beliua berkata: الإستواء معلوم والكيف مجهول والتساؤل عنه بدعة وأظنك رجل سوء أخرجوه عني    lihat Jalal al-Dîn al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, (Kairo: al-Faruq al-Haditsah, 1415 H),  J 2 H 8

[25]. corak teologi modern atau lebih terkenal dengan mazhab khalaf , mereka mentakwilkan lafal yang mustahil zhairnya kepada makna yang layak dengan zat Allah, mazhab ini dinisbahkan kepada Imamul Haramain (W 478 H) dan segolongan ulama mutaakhirin, lihat Tengku Muhammad Hasbi al-Shidqi, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Semarang: PT. Pustaka rizki Putra, 2002), h 174  

[26]. Mutasyâbihat berasal dari tasyâbuh. Dikatakan tasyâbuh jika ada dua hal yang serupa satu sama lain sehingga sulit dibedakan. Lihat Mannâ’ Khalîl Qattân, Mabâhis fi ‘Ulûm al-Qur’an, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2004), diterjemahkan oleh Muzakir, h 455

 Tasyâbuh al-kalâm adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Wajar jika al-Quran juga disebut kitâb[an] mutasyâbih[an] (QS az-Zumar [39]: 23). Artinya, ayat-ayat al-Quran itu bagian-bagiannya mirip satu sama lain dalam kebenaran berita-beritanya, keadilan hukum-hukumnya, ketinggian balâghah-nya, keindahan redaksinya, dan kejelasan hakikatnya; satu sama lain membenarkan, tanpa pertentangan dan benturan. Lihat Yusuf al-Qardâwy, Berinteraksi dengan Al-Quran, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h 1386

Ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mentakwil ayat-ayat mutasyâbihât, perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan mereka dalam memahami ayat: وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ (QS. Ali Imran: 7) ayat ini dibaca ulama dengan dua model cara baca, sebagian mereka berhenti (waqfu) pada إلا الله  sebagian yang lainnya tidak mewaqafkannya, kedua cara baca tersebut sama-sama bernar. Ulama kelompok pertama (seperti Ibnu Taimiyah) meyakini bahwa yang mengetahui takwil hanyalah Allah, sedangkan kelompok kedua (seperti Ibnu Jari al-Thabari) memandang bahwa takwil juga bisa diketahui oleh orang-orang yang dalam pengetahuannya (الراسخون فى العلم) lihat Ali bin Muhammad bin Abi al-‘Iz al-Hanafi, Syarh al-Thahâwiyah fî al-Aqîdah al-Salafiyyah, h 184           

[27]. Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik…, h 59

[28]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 337  

[29]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 601

[30].  Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 1239

[31]. Tim Penterjemah al-Qur'an Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahannnya, (Madinah: Percetakan Malik Fahd, 1418 H), h 476

[32]Tim Penterjemah al-Qur'an Departemen Agama RI, al-Qur'an..., h 838

[33]Tim Penterjemah al-Qur'an Departemen Agama RI, al-Qur'an..., h 1058

[34]Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 3

[35]. Howard M. Ferderspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab, (Bandung: Mizan, 1996), h 152  diterjemahkan oleh Tajul Arifin dari Popular Indonesian Literature Of The Qura’an   

[36]. Howard M. Ferderspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia…, h 153

[37]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h xvi      

[38]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 199     

[39]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 401    

[40]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 407     

[41]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 739    

[42].  Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 11    

[43]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 19    

[44]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 407  

[45]Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 41      

[46]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h 2      

[47]. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h xi        

[48]. Howard M. Ferderspiel, Kajian Al-Qur’an…152-157 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tafsir Rahmat Karya Oemar Bakri"

Posting Komentar