Shalat Tahajud & Witir
Shalat Tahajud & Witir
Oleh: Hartono Rahimi
A. Pengertian
B. Dalil yang Memerintahkan
Perintah sholat
tahajud disebutkan dalam al-Qur’an surat al Isra ayat 79:
وَمِنَ
الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِه نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا
مَّحْمُوْدًا
"Dan pada sebagian
malam, lakukanlah sholat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu:
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (Qs.
Al-Isra’/17: 79)
C.
Keutamaan
Melaksanakan Shalat Tahajud
Shalat
tahajud adalah salah satu shaat sunnah yang sangat istimewa. Shalat tersebut
memiliki banyak keutamaan, diataranya adalah sebagai berikut:
1.
Dekat dengan Allah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ
فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ
“Hendaklah kalian
melaksanakan qiyamul lail (shalat malam/ tahajud) karena shalat malam adalah kebiasaan
orang sholih sebelum kalian. Membuat kalian lebih dekat kepada Allah. Dan shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (HR.
Tirmidzi no. 3472)
2.
Dekat dengan Rasulullah
Dari Rabiah bin
Ka’ab Al-Aslami –radhiyallahu ‘anhu–
dia berkata,
كُنْتُ أَبِيتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ
وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ
قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ
بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Saya pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku membawakan air wudhunya dan air untuk hajatnya. Maka beliau berkata
kepadaku, “Mintalah kepadaku.” Maka
aku berkata, “Aku hanya meminta agar aku bisa menjadi teman dekatmu di surga.”
Beliau bertanya lagi, “Adakah permintaan yang lain?” Aku menjawab, “Tidak, itu
saja.” Maka beliau menjawab, “Bantulah
aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan banyak melakukan sujud (memperbanyak
shalat).” (HR. Muslim no. 489)
3.
Dicintai Allah
Allah sangat senang kepada hamba yang rajin melakukan amalan sunnah. Rasulullah
SAW bersabda:
مَنْ عَادَى لِي
وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ
أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ
إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ
سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ
الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي
لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ
شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ
وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memusuhi
kekasihku, maka Aku menyatakan perang terhadapnya. Dan tiada sesuatu yang lebih
Aku senangi bagi hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku lebih daripada hal
yang Aku wajibkan padanya. Dan hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku
dengan amalan sunnah, maka pasti Aku akan menyayanginya. Maka apabila Aku
menyayanginya, Aku jadi pendengarannya untuk mendengar, penglihatannya untuk melihat,
tangannya untuk mengerjakan sesuatu dan kakinya untuk berjalan. Dan kalau ia
memohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya, dan kalau ia berlindung kepada-Ku,
Aku akan lindungi dirinya”. (HR. Bukhari no. 602)
4.
Menutupi
Kekurangan pada Shalat Wajib
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ
مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ
قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا
فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ
لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ
لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى
فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ.
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali
dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla
berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat
hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna,
maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada
sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki
amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman:
sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan
sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR.
Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426 dan Ahmad 2: 425. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih)
5.
Dihapuskan dosa dan
ditinggikan derajat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
عَلَيْكَ
بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ
رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Hendaklah
engkau memperbanyak sujud (memperbanyak shalat sunnah) karena Allah. Karena tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah
melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” (HR. Muslim no. 488).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini adalah dorongan untuk
memperbanyak sujud dan yang dimaksud adalah memperbanyak shalat sunnah.”
6.
Tahajud adalah shalat terbaik setelah
shalat wajib
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah
–Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah.)
D.
Sejarah
Pada satu kesempatan, Sa’ad bin Hisyam bin Amir bertanya kepada
Aisyah RA, "Tolong beritahukan kepadaku tentang Qiyamullail Rasulullah
sallallahu alaihi wa sallam. Maka beliau mengatakan,
أَلَسْتَ تَقْرَأُ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُلْتُ
بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ افْتَرَضَ قِيَامَ اللَّيْلِ فِي
أَوَّلِ هَذِهِ السُّورَةِ فَقَامَ
نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلًا
وَأَمْسَكَ اللَّهُ خَاتِمَتَهَا اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا فِي السَّمَاءِ حَتَّى
أَنْزَلَ اللَّهُ فِي آخِرِ هَذِهِ السُّورَةِ التَّخْفِيفَ فَصَارَ قِيَامُ
اللَّيْلِ تَطَوُّعًا بَعْدَ فَرِيضَةٍ
"Apakah
anda tidak membaca surat ‘Wahai orang yang berselimut (Al-Muzammil)?" Saya
menjawab, "Ya." Maka beliau melanjutkan, "Sesungguhnya Allah
Azza Wa jalla telah mewajibkan qiyamul lail pada awal surat ini . Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam
menunaikannya bersama para shahabat selama setahun. Kemudian Allah menahan
akhir (surat) selama dua belas bulan di langit. Sampai akhirnya Allah turukan
akhir surat ini (Q.S. Al-Muzammil/73: 20) untuk meringankan. Sehingga qiyamul lail menjadi sunnah setelah diwajibkan." (HR. Muslim no. 1233)
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menjalankan
perintah tahajud dengan maksimal, sehingga
tidak mengherankan jika dalam pelaksanaannya, menyebabkan kakinya bengkak.
Aisyah pernah bertanya kepada Nabi mengenai hal tersebut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلاَهُ قَالَتْ عَائِشَةُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا
شَكُورًا ». رواه مسلم.
Aisyah
r.a. berkata, Rasulullah saw. ketika melaksanakan shalat maka beliau berdiri
hingga kedua kakinya bengkak. Aisyah r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, Apa yang
engkau perbuat, sedangkan dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah
diampuni.” Lalu beliau menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi
hamba yang banyak bersyukur?”. (HR. Muslim).
E.
Waktu Shalat Tahajud
Waktu pelaksanaannya adalah
setelah shalat isya sampai sebelum waktu shubuh. (Berdasarkan HR. al-Bukhari
dan Muslim dari 'Aisyah). Tetapi yang paling baik adalah pada sepertiga akhir
malam (Berdasarkan HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir).
Pembagian waktu pelaksanaan
tahajud adalah sebagai berikut: Pertama: Sepertiga pertama, setelah shalat Isya (20.00 – 23.00 WIB), ini dinamakan waktu pertama. Kedua: Sepertiga kedua, dimulai
setelah tiga jam waktu isya
berlalu hingga jam 2 dini hari (23.00 – 02.00 WIB), ini saat yang lebih utama. Ketiga: Sepertiga ketiga, kira-kira dari jam 02.00 dini hari sampai waktu subuh tiba,
ini saat yang paling utama.
Dengan demikian, shalat tahajud pada
sepertiga malam terakhir atau antara jam 02.00 dini hari hingga subuh tiba adalah waktu yang terbaik. Secara manusiawi, waktu ini adalah waktu yang
sangat rentan untuk tidur nyenyak. Akan tetapi, sebagiamana
dijelaskan dalam surat Al Muzammil yang menukilkan bahwa melaksanakan shalat
tahajud bukan untuk sekedar
berkomunikasi dengan Allah semata, namun
juga menjadi ajang latihan dan perjuangan melawan kantuk dan bisikan setan.
Latihan ini perlu dilakukan sebelum kita mampu bertahan dan sabar dalam menghadapi perjuangan yang
lebih berat, yaitu tipu daya dunia dengan segala kesenangannya.
F.
Straegi Agar Bisa
Tahajud
Diantara strategi
agar bisa tahajud adalah dengan tidur lebih awal. Aisyah pernah ditanya mengenai shalat malam
yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah menjawab,
كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ ،
فَيُصَلِّى ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَثَبَ
، فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ اغْتَسَلَ ، وَإِلاَّ تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
tidur di awal malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian beliau
melaksanakan shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya.
Jika terdengar suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki
hajat, beliau mandi. Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke
masjid).” HR. Bukhari no. 1146, dari ‘Aisyah.
G.
Membangunkan
Keluarga untuk Tahajud
Tahajud sebaiknya menyertakan dan mengajak anggota keluarga.
Dalam sebuah hadits
sahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri RA. Rasulullah SAW bersabda:
رَحِمَ اللَّهُ
رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى ثُمَّ أَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ
فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ وَرَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ
مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ ثُمَّ أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى
نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Apabila seorang suami
membangunkan istrinya pada malam hari kemudian dia melakukan shalat malam
sendirian atau berjamaah dengan istrinya sebanyak dua rakaat, maka Allah
menuliskan nama mereka sebagai orang yang mengingati Allah (dzakirin dan
dzakirat)” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban, Hakim,
dan Baihaqi).
H.
Tatacara Pelaksanaan Tahajud
Tahajud adalah shalat sunnah paling istimewa. Karena itu
tatacaranya dijelaskan secara rinci oleh
Raulullah SAW.
1.
Shalat tahajud boleh
dikerjakan secara berjamaah (berdasarkan HR. Muslim dari Ibnu 'Abbas), dan
boleh juga dilakukan sendirian.
2.
Dianjurkan mengawalinya dengan shalat iftitah (shalat pembuka) dua rakaat. (Berdasarkan HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari Abu
Hurairah).
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ
بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau
buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.” HR. Muslim no. 767.
Adapun
cara melaksanakan shalat iftitah adalah sebagai berikut:
a. Sebelum
membaca al-Fatihah pada rakaat pertama, membaca do'a iftitah:
سُبْحَانَ اللهِ ذِي الْمَلَكُوْتِ وَالْجَبَرُوْتِ
وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
"Subhaanallaahi
dzil-malakuuti wal-jabaruuti wal-kibriyaa’i wal 'adzamah". Artinya: “Maha suci Allah, Dzat yang memiliki kerajaan, kekuasaan, kebesaran,
dan keagungan.”
b.
Hanya membaca surat al-Fatihah
(tidak membaca surat lain) pada tiap rakaat. (Berdasarkan HR. Abu Daud dari
Kuraib dari Ibnu 'Abbas). Adapun bacaan lainnya seperti; bacaan ruku’, i'tidal,
sujud dan lainnya sama seperti shalat biasa.
Shalat iftitah boleh dilakukan secara berjamaah
maupun sendiri-sendiri. (Berdasarkan HR. ath-Thabrani dari Hudzaifah bin Yaman)
3.
Setelah itu, melaksanakan
shalat sebelas rakaat. Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa
shalat tahajud bisa dilaksanakan dengan dua cara, di antaranya adalah:
a.
Melaksanakan empat
rakaat + empat rakaat + tiga rakaat (4 + 4 + 3 = 11 rakaat). (Berdasarkan HR. Al-Bukhari
dari 'Aisyah)
Berikut hadis yang
menjadi dalil tahajud empat rakaat, empat rakaat, dan witir tiga rakaat
مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ
عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ
عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih
dari 11 raka’at. Beliau melakukan shalat empat raka’at, maka jangan tanyakan
mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat empat raka’at
lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan
shalat tiga raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a).
b.
Dua rakaat iftitah +
dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + satu rakaat (2
+ 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1 = 13 rakaat). (Berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah dan Ibnu Umar).
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا
خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ
صَلَّى
“Shalat
malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut
masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian
menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari no. 990
dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar)
4.
Menutup Dengan
shalat Witir
a. Shalat witir bisa dilakukan 1 rakaat, 3
rakaat, maupun lebih
وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوْتِرَ بِوَاحِدَةٍ،
فَلْيَفْعَلْ.
“Dan barangsiapa yang mau melakukan shalat Witir satu raka’at, maka
hendaklah dia melakukannya. (HR. Abu Dawud dalam kitab Sunannya, kitab ash-Shalaah, bab
Kamil Witr, (hadits no. 1422), an-Nasa-i dalam kitab Qiyaamil Lail)
فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
Jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya (shalat malam Nabi). Kemudian beliau melakukan shalat (witir) tiga raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a).
b. Bacaan shalat witir
Disunnahkan bagi orang yang melakukan
shalat Witir untuk membaca pada raka’at pertama dengan surat al-A’laa, pada
raka’at kedua dengan surat al-Kaafiruun, pada raka’at ketiga dengan surat
al-Ikhlash, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dia
menilainya hasan, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُوْلَى : سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى، وَفِي
رَكْعَةِ الثَّانِيَةِ :قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ ، وَفِي الثَّالِثَةِ :
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ.
“Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama dengan surat
al-A’laa, pada raka’at kedua dengan surat al-Kaafiruun dan pada raka’at ketiga
dengan surat al-Ikhlash dan dua surat mu’awidzatain (surat al-Falaq dan surat
an-Naas “ (HR. At-Tirmidzi dalam kitab Sunannya dalam
kitab ash-Shalaah, bab Maa Jaa-a fiimaa Yaqra-u fil Witr, (hadits no. 462) dan
dihasankannya dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, (hadits no. 2432)
c. Setelah salam membaca zikir
Sambil duduk membaca zikir
yang dicontohkan Nabi berikut:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3x)
“Subhanal-malikil-qudduus.” (3x)
Artinya: “Maha Suci (Allah), Dzat Yang Maha Kuasa dan
Yang Maha Suci.”,
dengan mengeraskan dan memanjangkan
pada bacaan yang ketiga, lalu membaca:
رَبِّ الْمَلائِكَةِ وَالرُّوحِ
“Rabbil-malaaikati war-ruuh”.
Artinya: “Yang Menguasai para malaikat dan ruh.”
(Berdasarkan HR. al-Baihaqi,
juz 3/ no. 4640; Thabrani, juz 8/ no. 8115; Daruqutni, juz 2/ no. 2, dari Ubay
bin Ka'ab. Hadis ini dikuatkan oleh 'Iraqi)
Berikut dalil yang menjelakan
tentang hal tersebut. Dari Ubay bin Ka’ab RA, beliau menceritakan tentang kebiasaan Nabi setelah
shalat witir:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ فِي الْوِتْرِ، قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
Rasulullah SAW setelah salam shalat witir, membaca: subhaanal malikil qudduus. (HR. Abu Daud 1430; sahih)
Dalam riwayat Nasa’i dari Abdurrahman bin Abza RA,
terdapat tambahan:
وَكَانَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ
الْقُدُّوسِ» ثَلَاثًا، وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالثَّالِثَةِ
Setelah salam, beliau membaca: subhaanal malikil qudduus 3 kali.
Beliau keraskan yang ketiga. (HR. Nasa’i no. 1732. shahih)
Kadang beliau juga menambahkan
dengan ucapan:
رَبِّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ
Artinya: “Yang Menguasai para malaikat dan ruh.”
(HR. Ad-Daruquthni no.1660, shahih)
I.
Doa Setelah Tahajud
Sepertiga malam terakhir termasuk waktu terbaik dan mustajab untuk berdoa kepada Allah.
Karena Allah menjanjikan akan mengabulkan doa di waktu ini. Dari Abu
Hurairah RA, Nabi SAW bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ
لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ
يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ،
مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Allah Subhanahu wa Ta’ala turun ke langit
dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Kemudian Allah
berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku ijabahi doanya, siapa yang
meminta-Ku akan Aku beri dia, dan siapa yang minta ampunan kepada-Ku akan Aku
ampuni dia.” (HR. Bukhari no. 1145, Muslim no. 758, Abu Daud 1315, dan yang
lainnya).
Berdasarkan
hadis di atas, di sepertiga malam terakhir, setiap muslim bisa memohon kepada
Allah, apapun yang ia inginkan. Memohon ampunan, memohon hidayah, memohon
kebaikan dunia akhirat, memohon agar Allah menyelesaikan segala permasalahan dan lain-lain.
Menurut para ulama, tidak ada
do’a khusus yang diajarkan Nabi pada shalat Tahajud. Hanya saja Nabi SAW
membaca beberapa do’a berikut:
1.
Do’a pertama
Dari
Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW apabila melakukan shalat di
tengah malam, beliau membaca doa iftitah:
اَللّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ
الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ
حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اَللّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ،
وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ،
وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا
أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ
إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ إِلٰهِيْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ
"Allahumma lakalhamdu annta nuurussamaawaati wal'ardhi wa
manfiihina wa lakalhamdu annta, wa lakalhamdu annta qayyimussamaawaati wal'ardhi
wa manfiihinna, wa lakalhamdu annta rabbussamaawaati wal'ardhi wa manfiihinna.
Wal lakalhamdu annta mulkussamaawaati wal'ardhi wa manfiihinna, wa
lakalhamdu annta malikussamaawaati wal'ardhi wa manfiihinna wa lakalhamdu
anntalhaqq wa wa'dukalhaqq, wa liqaa'uka haqq, wa qauluka haqq, waljannatu
haqq, wannaaru haqq, wannabiyuuna haqq, wa muhammadun shallallaahu 'alaihi wa
sallam haqq, wassaa'atu haqq.
Allahumma laka aslamtu wa 'alaika tawakkaltu wa bika aamanntu wa
ilaika anabtu wa bika khaashuamtu wa ilaika haakamtu fagfirlii maa qaddamtu wa
maa akhkhartu wa maa asrartu wa maa a'lantu, anntalmuqaddimu wa
anntalmu'akhkhiru laa ilaaha illaa annta anta ilaahii laa illaa annta.
Artinya:
"Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya
langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi
langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang
menguasai langit dan bumi serta seisinya.
Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan
bumi serta seisi-nya.
Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar, bertemu
dengan-Mu benar, surga adalah benar (ada), neraka adalah benar (ada),
(terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dari-
Mu), peristiwa hari kiamat adalah benar.
Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku
bertawakal, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku kembali (bertaubat), dengan
pertolongan-Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepada-Mu (dan dengan
ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum.
Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lalu dan
yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan
yang hak disembah kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang
hak disembah kecuali Engkau". (HR. Ahmad 2710, Muslim 769, Ibn Majah 1355).
2.
Do’a Kedua
Dari Ali bin Abi Thalib RA, beliau mengatakan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَقُولُ فِي وِتْرِهِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَـتِكَ ، وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْكَ ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ ، كَمَا أَثْــــنَــــيْتَ
عَلَى نَــــفْسِكَ
Bahwa Nabi SAW di penghujung shalat witirnya,
beliau membaca:
ALLAHUMMA INNII A-‘UUDZU BI RIDHAA-KA MIN SAKHATIK, WA BI MU’AAFATIKA MIN
‘UQUUBATIK, WA A-‘UUDZU BIKA MIN-KA, LAA UH-SHII TSA-NAA-AN ‘ALAIKA ANTA, KAMAA
ATS-NAITA ‘ALAA NAFSIK
“Ya Allah, aku
berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu,
dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak bisa menyebut semua pujian untuk-Mu,
sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.” (HR. An-Nasa’i no. 1747, Abu Daud no. 1427, dan Tirmidzi no. 3566, shahih)
3. Doa ketiga
Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan
Muslim dari Ibnu 'Abbas:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا
وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي
نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي
نُورًا.
Artinya: “Ya
Allah, berikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam penglihatanku cahaya, di
dalam pendengaranku cahaya. Dan (berikanlah) cahaya dari sebelah kananku,
cahaya dari sebelah kiriku, cahaya dari atasku, cahaya di bawahku, cahaya di
depanku, cahaya di belakangku, dan berikanlah cahaya pada seluruh tubuhku.”
4. Memperbanyak Istighfar
Banyak
istighfar pada waktu sahur / sepertiga malam terakhir adalah ciri orang
bertakwa yang dijanjikan sorga oleh Allah.
كَانُوا
قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya : Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon
ampun (kepada Allah)." (Q.S. Adz-Dzaariyat/51: 17-18)
5. Memperbanyak doa umum dan mendoakan orang lain
Karena pada sepertiga malam
terakhir adalah diantara waktu terbaik
untuk berdoa, maka dianjurkan
meminta sebanyak-banyaknya kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ
عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a
kepada Rabb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun
tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam
nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan (As-Sajdah ayat 16-17).
Kemudian hadits yang diriwayatkan oleh
‘Aisyah, di mana dia pernah ditanya mengenai shalat malam yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah
menjawab:
كَانَ يَنَامُ
أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ ، فَيُصَلِّى ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ ،
فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَثَبَ ، فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ اغْتَسَلَ ،
وَإِلاَّ تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
Artinya: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa tidur di awal malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian beliau
melaksanakan shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya. Jika terdengar
suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki hajat, beliau mandi.
Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke masjid) (HR. Bukhari no.
1146)
Wallahu a’lam
0 Response to "Shalat Tahajud & Witir"
Posting Komentar